Kredit: Universitas Leicester |
Bintang
adalah bola raksasa plasma bercahaya. Ada miliaran bintang, termasuk Matahari
kita sendiri di galaksi Bima Sakti. Dan ada miliaran galaksi di alam semesta.
Sejauh ini, kita telah menemukan ratusan bintang yang juga diorbit oleh sistem planet.
Sejarah Observasi
Berdasarkan
catatan peradaban awal manusia, bintang memainkan peran kunci dalam hal spiritual dan terbukti penting untuk navigasi. Astronomi atau studi tentang langit mungkin adalah sains yang paling kuno. Penemuan teleskop dan penemuan
hukum gerak bintang dan gravitasi pada abad ke-17, mendorong kesadaran kita bahwa seperti Matahari, bintang-bintang lain juga mematuhi hukum fisika yang sama. Pada
abad ke-19, fotografi dan spektroskopi (studi tentang panjang gelombang cahaya
yang dipancarkan objek) membawa para ilmuwan untuk mengungkap komposisi dan
pergerakan bintang yang mengarah ke perkembangan astrofisika.
Pada
tahun 1937, teleskop radio pertama dibangun, memungkinkan para astronom untuk mendeteksi radiasi tak kasat mata yang dipancarkan bintang. Teleskop sinar gamma
pertama yang diluncurkan pada tahun 1961, memelopori studi fenomena ledakan bintang (supernova). Juga pada tahun 1960-an, para astronom memulai observasi inframerah menggunakan teleskop ballon-borne
(teleskop yang diterbangkan menggunakan balon) dan mengumpulkan informasi tentang
bintang dan objek-objek lainnya berdasarkan emisi panas; teleskop inframerah pertama
(Satelit Astronomi Inframerah) diluncurkan pada tahun 1983.
Emisi
gelombang mikro pertama kali dipelajari dari luar angkasa menggunakan satelit Cosmic Microwave
Background Explorer (COBE) NASA pada tahun 1992. (Selain dimanfaatkan untuk menyelidiki asal usul alam semesta, emisi gelombang mikro juga kerap digunakan untuk mempelajari bintang.) Pada tahun 1990, teleskop
optik berbasis antariksa pertama, Teleskop Antariksa Hubble besutan NASA diluncurkan dan telah memberikan pemandangan alam semesta secara lebih mendetail.
Tak ketinggalan observatorium lain yang lebih canggih (dalam semua rentang panjang gelombang) menyusul Hubble, bahkan beberapa observatorium yang jauh lebih canggih masih dalam pengembangan. Misalnya European Extremely Large Telescope
(E-ELT), yang dijadwalkan untuk beroperasi dalam panjang gelombang infaramerah pada tahun 2024, atau Teleskop Antariksa James Webb NASA, yang digadang-gadang menjadi penerus Hubble, juga akan segera diluncurkan untuk mempelajari bintang dalam panjang gelombang inframerah.
Penyematan Nama
Peradaban kuno mengamati pola di langit yang menyerupai manusia, binatang atau benda-benda lain dan menyebutnya rasi bintang untuk mewakili setiap tokoh dalam mitologi yang mereka yakini. Seperti rasi bintang Orion
the Hunter atau Sang Pemburu, pahlawan dalam mitologi Yunani. Astronom modern juga sering menggunakan rasi bintang untuk menyematkan nama kepada bintang. Himpunan Astronomi Internasional (IAU), otoritas astronomi di seluruh
dunia yang berwenang menetapkan nama bagi benda-benda langit, telah secara resmi mengakui 88 nama rasi bintang. Biasanya, bintang paling terang di sebuah rasi
bintang diberi nama “alfa”, huruf pertama alfabet Yunani, sebagai bagian dari nama ilmiahnya. Kemudian bintang terang kedua di sebuah rasi bintang diberi
nama “beta”, bintang paling terang ketiga “gamma”, dan seterusnya hingga semua
huruf Yunani digunakan, setelah itu sebutan numerik mengikutinya.
Sejumlah
bintang telah memiliki nama sejak zaman purbakala, misalnya Betelgeuse, yang
berarti “tangan (atau ketiak) raksasa” dalam bahasa Arab. Betelgeuse adalah
bintang paling terang di rasi bintang Orion, dan nama ilmiahnya adalah Alpha
Orionis. Selain itu, ada juga astronom yang menghabiskan karirnya selama bertahun-tahun untuk menyusun katalog bintang menggunakan sistem penomoran unik. Katalog
Henry Draper, diambil dari nama seorang pelopor astrofotografi, menyediakan klasifikasi
spektral dan perkiraan posisi untuk 272.150 bintang, telah digunakan oleh komunitas astronomi selama lebih dari setengah abad. Di katalog Henry Draper, Betelgeuse diberi kode HD 39801.
Karena
ada begitu banyak bintang di alam semesta, IAU menerapkan sistem yang
berbeda untuk bintang yang baru ditemukan. Sebagian besar terdiri dari
singkatan, yang menjelaskan letak, tipe bintang atau katalog yang
mencantumkan informasi tentang bintang tersebut, diikuti oleh beberapa simbol. Misalnya, PSR J1302-6350. PSR adalah singkatan dari pulsar, huruf “J” menunjukkan sistem koordinat J2000, sedangkan 1302 dan 6350 adalah koordinat langit yang serupa dengan kode
lintang dan bujur yang digunakan untuk menentukan lokasi di Bumi.
Dalam
beberapa tahun terakhir, IAU menyematkan nama kepada beberapa bintang di tengah seruan komunitas astronomi untuk melibatkan publik ke dalam proses pemberian nama bintang. IAU telah menetapkan 14 nama bintang dalam kontes “Name ExoWorlds” yang melibatkan masyarakat luas pada tahun 2015.
IAU kemudian menetapkan 227 nama bintang pada tahun 2016, sebagian besar merupakan nama yang telah disandang oleh bintang sejak peradaban kuno. Tujuannya adalah
untuk mengurangi variasi nama dan ejaan bintang. Misalnya Formalhaut yang tercatat memiliki 30 variasi nama. Namun, Alpha Centauri, nama bintang
yang telah disandang sejak zaman baheula dan mengacu pada sebuah sistem bintang yang terletak empat tahun cahaya dari Bumi yang diketahui diorbit oleh planet-planet, namanya justru diubah menjadi Rigel Centaurus.
Pelajari lebih lanjut di artikel: Fakta Bintang: Formasi, Evolusi dan Sistem Bintang
Komentar
Posting Komentar