Langsung ke konten utama

NASA Menganalisis Ulang Planet Berbatu yang Berpotensi Layak Huni

nasa-menganalisis-eksoplanet-berbatu-layak-huni-informasi-astronomi
Ilustrasi planet terestrrial yang berpotensi layak huni di galaksi Bima Sakti. Data yang dikumpulkan oleh jajaran teleskop berbasis antariksa dan darat mengungkap planet terestrial berukuran kecil tergolong umum.
Kredit: NASA/JPL-Caltech/R. Hurt (SSC-Caltech)

Aneka ragam planet yang telah ditemukan di seluruh galaksi Bima Sakti, mulai dari planet kategori Jupiter panas, raksasa gas, planet terestrial (berbatu) kecil dan planet misterius yang ukurannya lebih besar daripada Bumi namun lebih kecil daripada Neptunus. Saat kita mempersiapkan diri untuk menambah ribuan planet lainnya ke daftar katalog, upaya pencarian kehidupan di luar Bumi juga terus digalakkan.

Seiring peningkatan sensitivitas teleskop antariksa, penemuan ribuan planet telah menginspirasi keingintahuan komunitas ilmuwan dan masyarakat luas. Kita telah menemukan banyak planet terestrial seukuran Bumi yang mengorbit bintang induk dari zona layak huni, jarak ideal yang berpotensi menopang air cair di permukaan planet. Meskipun karakteristik ini belum menjamin apakah sebuah planet menyandang status layak huni, sebab kita harus mengungkap apakah ia benar-benar memiliki atmosfer atau lautan, setidaknya mereka dapat mengarahkan kita ke jalan yang benar.

Teleskop antariksa masa depan diharapkan dapat menganalisis cahaya yang dipantulkan oleh beberapa planet terestrial seukuran Bumi, untuk mendeteksi air atau campuran gas yang membentuk lapisan atmosfer. Dari situ, kita dapat menentukan suhu di permukaan planet. Ketika kita terus meneliti segala faktor yang mempengaruhi habitabilitas, kita akan semakin dekat untuk menemukan sebuah dunia yang memiliki tanda-tanda kehidupan.

Di antara faktor terpenting yang membentuk lingkungan layak huni bagi sebuah planet adalah sifat bintang induk, karena massa, ukuran, dan usia bintang induk menentukan jarak dan wilayah “zona layak huni”.

peta-1-miliar-bintang-oleh-gaia-informasi-astronomi
Ilustrasi Satelit Gaia ESA (Badan Antariksa Eropa) yang memetakan 1,7 miliar bintang di galaksi Bima Sakti.
Kredit: ESA/Gaia/DPAC

Pemetaan Bintang di Galaksi Bima Sakti

Gaia besutan ESA (Badan Antariksa Eropa) yang diluncurkan pada tahun 2013, adalah salah satu satelit yang telah menghasilkan peta bintang terbesar dalam sejarah. Gaia dipersenjatai dengan seperangkat instrumen berpresisi tinggi untuk mengukur skala kecerahan, jarak dan komposisi bintang. Tujuan misi Gaia yang paling ambisius adalah untuk membuat peta 3D galaksi Bima Sakti kita. Grafik yang telah dihasilkan oleh Gaia sejauh ini mencakup posisi sekitar 1,7 miliar bintang dengan kisaran jarak sekitar 1,3 miliar tahun cahaya dari Bumi.

Pemetaan bintang Gaia telah mendorong perhitungan ulang ukuran bintang, demi menentukan apakah ukuran beberapa bintang mungkin lebih besar, lebih kecil, lebih redup atau lebih terang daripada perhitungan sebelumnya

Perhitungan ulang mengungkap banyak bintang yang ternyata lebih cerah dan lebih besar. Bagi tim ilmuwan yang mengelola arsip data penemuan planet oleh Teleskop Antariksa Kepler NASA yang mulai beroperasi pada tahun 2009, perhitungan ulang berarti merevisi ukuran planet yang mengorbit mereka.

Jika sebuah bintang ternyata lebih terang daripada yang kita duga, maka ukurannya akan lebih besar. Ukuran planet yang mengorbit, yang diukur secara proporsional menggunakan metode transit, seharusnya juga lebih besar. Berarti beberapa planet yang ukuran dan suhunya dianggap mirip dengan Bumi, sebenarnya lebih besar dan biasanya lebih panas.

“Selain meningkatkan presisi jarak, Gaia juga meningkatkan penilaian skala kecerahan sebuah bintang, yang juga berimbas terhadap ukuran planet yang mengorbit,” jelas Eric Mamajek, Wakil Kepala Ilmuwan Exoplanet Exploration Program NASA. “Seluruh masalah justru muncul seiring pemahaman yang lebih baik terhadap bintang induk yang diorbit planet.”

Serangkaian data ilmiah terbaru dari Gaia juga mendorong perhitungan ulang terhadap planet-planet menjanjikan yang berada di “zona layak huni”, yang ditemukan oleh observatorium di seluruh dunia dan instrumen berbasis antariksa. Seiring peningkatan wawasan dan definisi tentang dunia yang berpotensi layak huni, data ilmiah yang lebih akurat tentunya membawa kita lebih dekat untuk menemukan mereka, termasuk kembaran Bumi.

Dari sekitar 3.700 eksoplanet yang telah dikonfirmasi eksistensinya, sekitar 2.600 di antaranya ditemukan oleh Kepler melalui metode transit yang mendeteksi penurunan skala kecerahan cahaya ketika sebuah planet melintas di depan bintang induk dari sudut pandang kita.

Analisis terbaru data eksoplanet yang ditemukan Kepler menunjukkan 20-50% bintang cenderung diorbit oleh planet terestrial kecil di zona layak huni. Perkiraan awal jumlah planet seukuran Bumi di zona layak huni, per tanggal 19 Juni 2017, jatuh pada angka 30. Namun hasil analisis data terbaru, baik terhadap eksoplanet maupun bintang induk, menurunkan jumlah mereka ke rentang angka 2 hingga 12.

Dibutuhkan lebih banyak data, termasuk wawasan yang lebih baik tentang kaitan antara ukuran dengan komposisi planet.

“Kami masih mencoba menentukan ukuran sebuah planet terestrial,” kata astrofisikawan Jessie Dotson dari Pusat Penelitian Ames NASA di Silicon Valley, California. Dotson adalah ilmuwan proyek K2, misi Kepler yang diperpanjang.

Secara sekilas, analisis terbaru mungkin tampak mengecewakan, sebab semakin memperkecil jumlah dunia yang berpotensi layak huni di antara ribuan eksoplanet yang telah ditemukan sejauh ini. Tapi analisis terbaru tidak mengubah salah satu kesimpulan paling mengejutkan selama lebih dari 20 tahun observasi, planet di zona layak huni adalah fenomena umum.

Kuantitas dan kualitas data eksoplanet atau planet di luar tata surya, adalah potret demografi yang lebih akurat tentang planet di alam semesta, sekaligus nuansa wawasan tentang komposisi dan atmosfer planet yang berpotensi menampung kehidupan.

TESS (Transiting Exoplanet Survey Satellite) adalah harapan terbaik kita saat ini. Teleskop antariksa pemburu eksoplanet NASA yang baru saja beroperasi akan membawa kita selangkah lebih dekat untuk menemukan planet yang berpotensi layak huni di antara bintang-bintang galaksi Bima Sakti.

“Inilah bagian sains yang paling menarik,” pungkas Dotson. “Para ilmuwan lebih menyukai momen saat mereka belum mengetahui sesuatu, melakukan penelitian dan menghasilkan penemuan. Pencarian adalah momen yang paling menarik.”

Ditulis oleh: Pat Brennan, www.nasa.gov, editor: Jon Nelson


#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang