Aneka
ragam planet yang telah ditemukan di seluruh galaksi Bima Sakti, mulai dari planet kategori Jupiter panas, raksasa gas, planet terestrial (berbatu) kecil dan planet misterius yang ukurannya lebih besar daripada Bumi namun lebih kecil
daripada Neptunus. Saat kita mempersiapkan diri untuk menambah ribuan planet lainnya ke daftar katalog, upaya pencarian kehidupan di luar Bumi juga terus digalakkan.
Seiring peningkatan sensitivitas teleskop antariksa, penemuan ribuan planet telah menginspirasi keingintahuan komunitas ilmuwan dan masyarakat luas. Kita telah menemukan banyak planet terestrial seukuran Bumi yang mengorbit bintang induk dari zona layak huni, jarak ideal yang berpotensi menopang air cair di permukaan planet. Meskipun karakteristik ini belum menjamin apakah sebuah planet menyandang status layak huni, sebab kita harus mengungkap apakah ia benar-benar memiliki atmosfer atau lautan, setidaknya mereka dapat mengarahkan kita ke jalan yang benar.
Teleskop
antariksa masa depan diharapkan dapat menganalisis cahaya yang dipantulkan oleh beberapa planet terestrial seukuran Bumi, untuk mendeteksi air atau campuran gas yang membentuk lapisan atmosfer. Dari situ, kita dapat menentukan suhu di permukaan planet. Ketika kita terus meneliti segala faktor yang
mempengaruhi habitabilitas, kita akan semakin dekat untuk menemukan sebuah
dunia yang memiliki tanda-tanda kehidupan.
Di
antara faktor terpenting yang membentuk lingkungan layak huni bagi sebuah planet adalah sifat bintang induk, karena massa, ukuran, dan usia bintang induk menentukan jarak dan
wilayah “zona layak huni”.
Ilustrasi Satelit Gaia ESA (Badan Antariksa Eropa) yang memetakan 1,7 miliar bintang di galaksi Bima Sakti. Kredit: ESA/Gaia/DPAC |
Pemetaan Bintang di Galaksi
Bima Sakti
Gaia besutan ESA (Badan Antariksa Eropa) yang diluncurkan pada tahun 2013, adalah salah satu satelit yang telah menghasilkan peta bintang terbesar dalam sejarah. Gaia dipersenjatai dengan seperangkat instrumen berpresisi tinggi untuk mengukur skala kecerahan, jarak dan komposisi bintang. Tujuan misi Gaia yang paling ambisius
adalah untuk membuat peta 3D galaksi Bima Sakti kita. Grafik yang
telah dihasilkan oleh Gaia sejauh ini mencakup posisi sekitar 1,7 miliar bintang dengan
kisaran jarak sekitar 1,3 miliar tahun cahaya dari Bumi.
Pemetaan
bintang Gaia telah mendorong perhitungan ulang ukuran bintang, demi menentukan apakah ukuran beberapa bintang mungkin lebih besar, lebih kecil,
lebih redup atau lebih terang daripada perhitungan sebelumnya
Perhitungan ulang mengungkap banyak bintang yang ternyata lebih cerah dan
lebih besar. Bagi tim ilmuwan yang mengelola arsip data penemuan planet oleh Teleskop Antariksa Kepler NASA yang mulai beroperasi pada tahun 2009, perhitungan ulang berarti
merevisi ukuran planet yang mengorbit mereka.
Jika
sebuah bintang ternyata lebih terang daripada yang kita duga, maka ukurannya
akan lebih besar. Ukuran planet yang mengorbit, yang diukur secara
proporsional menggunakan metode transit, seharusnya juga lebih besar.
Berarti beberapa planet yang ukuran dan suhunya dianggap mirip dengan Bumi,
sebenarnya lebih besar dan biasanya lebih panas.
“Selain meningkatkan presisi jarak, Gaia juga meningkatkan penilaian skala kecerahan sebuah bintang, yang juga berimbas terhadap ukuran planet
yang mengorbit,” jelas Eric Mamajek, Wakil Kepala Ilmuwan Exoplanet
Exploration Program NASA. “Seluruh masalah justru muncul seiring pemahaman yang lebih baik terhadap bintang induk yang diorbit planet.”
Serangkaian
data ilmiah terbaru dari Gaia juga mendorong perhitungan ulang terhadap
planet-planet menjanjikan yang berada di “zona layak huni”, yang
ditemukan oleh observatorium di seluruh dunia dan instrumen berbasis antariksa. Seiring peningkatan wawasan dan definisi tentang dunia yang berpotensi layak huni,
data ilmiah yang lebih akurat tentunya membawa kita lebih dekat untuk menemukan mereka, termasuk kembaran Bumi.
Dari sekitar 3.700 eksoplanet yang telah dikonfirmasi eksistensinya, sekitar
2.600 di antaranya ditemukan oleh Kepler melalui metode
transit yang mendeteksi penurunan skala kecerahan cahaya ketika sebuah
planet melintas di depan bintang induk dari sudut pandang kita.
Analisis terbaru data eksoplanet yang ditemukan Kepler menunjukkan 20-50% bintang
cenderung diorbit oleh planet terestrial kecil di
zona layak huni. Perkiraan awal jumlah planet seukuran Bumi di zona layak huni, per tanggal 19 Juni 2017, jatuh pada angka 30. Namun hasil analisis data terbaru, baik terhadap eksoplanet maupun
bintang induk, menurunkan jumlah mereka ke rentang angka 2 hingga 12.
Dibutuhkan lebih
banyak data, termasuk wawasan yang lebih baik tentang kaitan antara ukuran dengan komposisi planet.
“Kami
masih mencoba menentukan ukuran sebuah planet terestrial,” kata astrofisikawan Jessie Dotson dari Pusat Penelitian Ames NASA di
Silicon Valley, California. Dotson adalah ilmuwan proyek K2, misi Kepler yang diperpanjang.
Secara
sekilas, analisis terbaru mungkin tampak mengecewakan, sebab semakin
memperkecil jumlah dunia yang berpotensi layak huni di antara ribuan eksoplanet
yang telah ditemukan sejauh ini. Tapi analisis terbaru tidak mengubah salah satu
kesimpulan paling mengejutkan selama lebih dari 20 tahun observasi, planet di zona layak huni adalah fenomena umum.
Kuantitas dan kualitas data eksoplanet atau planet di luar tata surya, adalah potret demografi yang lebih akurat tentang planet di alam semesta, sekaligus nuansa wawasan tentang komposisi dan atmosfer planet yang
berpotensi menampung kehidupan.
TESS (Transiting Exoplanet Survey Satellite) adalah harapan terbaik kita saat ini. Teleskop antariksa pemburu eksoplanet NASA yang baru saja beroperasi akan membawa kita selangkah lebih dekat untuk menemukan planet yang berpotensi layak huni di antara bintang-bintang galaksi Bima Sakti.
“Inilah
bagian sains yang paling menarik,” pungkas Dotson. “Para ilmuwan lebih
menyukai momen saat mereka belum mengetahui sesuatu, melakukan penelitian dan
menghasilkan penemuan. Pencarian adalah momen yang paling menarik.”
Ditulis
oleh: Pat Brennan, www.nasa.gov, editor: Jon Nelson
Komentar
Posting Komentar