Langsung ke konten utama

Misteri Galaksi-Galaksi Purba yang Menerangi Alam Semesta

galaksi-purba-menerangi-alam-semesta-informasi-astronomi
Pemandangan deep-field langit yang diambil oleh Teleskop Antariksa Hubble dan Spitzer NASA ini didominasi oleh galaksi, termasuk beberapa di antaranya adalah galaksi jauh dan redup, dilingkari merah. Inset di kanan bawah menunjukkan cahaya yang dikumpulkan dari salah satu galaksi selama observasi.
Kredit: NASA/JPL-Caltech/ESA/Spitzer/P. Oesch/S. De Barros/I.Labbe

Teleskop Antariksa Spitzer NASA telah mengungkap beberapa galaksi paling awal di alam semesta yang ternyata lebih terang daripada perkiraan sebelumnya. Cahaya yang lebih terang adalah produk samping dari radiasi pengion yang dilepas oleh galaksi itu sendiri.

Temuan ini menawarkan petunjuk terkait asal usul Era Reionisasi kosmos, fenomena utama transisi alam semesta yang sebelumnya tak tertembus cahaya menjadi terang benderang oleh cahaya bintang saat ini.

Dalam sebuah penelitian terbaru, tim peneliti melaporkan observasi beberapa galaksi generasi pertama yang terbentuk kurang dari 1 miliar tahun setelah Big Bang. Dalam beberapa panjang gelombang cahaya inframerah spesifik, data yang terkumpul mengungkap galaksi generasi pertama jauh lebih terang daripada yang diperkirakan oleh para ilmuwan.

Penelitian ini adalah studi pertama untuk mengkonfirmasi fenomena Era Reionisasi memanfaatkan sampel besar galaksi, yang menunjukkan bagaimana galaksi-galaksi generasi pertama memang jauh lebih terang dalam panjang gelombang inframerah daripada galaksi-galaksi yang kita lihat hari ini.

Belum ada yang bisa menentukan kapan bintang generasi pertama menyeruak dari zaman kegelapan kosmos. Tetapi banyak bukti yang menunjukkan antara 100-200 juta tahun setelah Big Bang, alam semesta dipenuhi oleh gas hidrogen netral yang terakumulasi menjadi bintang dan menyusun galaksi-galaksi generasi pertama.

Sekitar 1 miliar tahun setelah Big Bang, alam semesta mulai berkilau. Lalu proses transisi dimulai, elektron dari gas hidrogen netral telah dilucuti dalam proses yang disebut ionisasi. Era Reionisasi --transformasi kosmos yang semula dipenuhi hidrogen netral ke hidrogen terionisasi-- telah didokumentasikan dengan baik.

Sebelum transformasi berlangsung di seluruh jagad raya, panjang gelombang cahaya, seperti gelombang radio dan cahaya kasat mata, menjajah alam semesta tanpa halangan. Tetapi panjang gelombang cahaya yang lebih pendek --termasuk cahaya ultraviolet, sinar-X dan sinar gamma-- terhalang atom hidrogen netral. Panjang gelombang cahaya yang lebih pendek ini pada akhirnya melucuti atom hidrogen netral dari elektron dan mengionisasi mereka.

galaksi-pertama-alam-semesta-informasi-astronomi
Ilustrasi galaksi generasi pertama di alam semesta. Laju pembentukan dan kematian bintang yang begitu tinggi menerangi gas yang mengisi ruang antarbintang, membuat sebagian besar galaksi terlihat redup tanpa struktur yang jelas.
Kredit: James Josephides (Swinburne Astronomy Productions)

Tetapi dari mana radiasi pengion yang mempengaruhi semua hidrogen di alam semesta berasal? Apakah berasal dari setiap bintang? Atau dari galaksi-galaksi raksasa? Apapun penyebabnya, penghuni awal kosmik dipastikan berbeda dari sebagian besar bintang dan galaksi modern, yang tidak melepaskan radiasi pengion dalam jumlah besar.

Barangkali berasal dari quasar di wilayah pusat galaksi sangat terang yang digerakkan oleh sejumlah besar material yang mengorbit lubang hitam supermasif.

“Inilah salah satu pertanyaan terbesar dalam kosmologi observasional,” kata penulis utama makalah ilmiah Stephane De Barros dari Universitas Genewa, Swiss. “Kita tahu semua fenomena itu berlangsung, tetapi apa penyebabnya? Penemuan baru ini menyediakan petunjuk berharga.”

Mencari Cahaya

Untuk mengintip ke masa sebelum Era Reionisasi berakhir, Spitzer menatap dua wilayah langit, masing-masing dalam durasi lebih dari 200 jam untuk mengumpulkan cahaya yang telah menempuh perjalanan selama lebih dari 13 miliar tahun untuk mencapai kita.

Beberapa pengamatan sains terpanjang yang pernah dilakukan Spitzer adalah bagian dari ekspedisi pengamatan yang disebut GREATS (GOODS Re-ionization Era wide-Area Treasury). Akronim GOODS itu sendiri adalah Great Observatories Origins Deep Survey, ekspedisi observasi lain yang menargetkan GREATS.

Makalah ilmiah yang dipublikasikan di Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, juga mengkombinasikan data dari arsip Teleskop Antariksa Hubble NASA.

Menggunakan observasi ultra-deep Spitzer, tim mengamati 135 galaksi jauh dan menemukan mereka semua sangat terang dalam dua panjang gelombang cahaya inframerah spesifik, yang dihasilkan oleh interaksi antara radiasi pengion dengan hidrogen dan oksigen di dalam galaksi. Observasi ini menyiratkan 135 galaksi jauh ini didominasi oleh bintang-bintang masif belia yang sebagian besar komposisinya terdiri dari hidrogen dan helium.

Mereka hanya mengandung sejumlah kecil unsur “berat” (seperti nitrogen, karbon, dan oksigen) dibandingkan bintang-bintang yang ditemukan di galaksi modern.

Mereka bukanlah bintang-bintang pertama (yang hanya terdiri dari hidrogen dan helium), tetapi masih merupakan anggota generasi bintang yang sangat awal. Era Reionisasi tidak berlangsung secara instan, jadi sementara hasil penelitian terbaru dirasa belum cukup untuk menyimpulkan fenomena kosmik ini, namun bisa memberikan rincian terbaru tentang evolusi kosmos dan bagaimana transisi berlangsung.

“Kami tidak menduga Spitzer, dengan lensa yang tidak lebih besar dari sebuah hula-hoop, mampu melihat galaksi-galaksi awal,” jelas ilmuwan proyek Spitzer Michael Werner dari Laboratorium Propulsi Jet (JPL) NASA di Pasadena, California. “Tapi kosmos memang penuh dengan kejutan, dan kecerahan tak terduga galaksi-galaksi awal ini, ditambah kinerja luar biasa Spitzer, menempatkan mereka dalam jangkauan observatorium kecil kami.”

Teleskop Antariksa James Webb NASA yang akan diluncurkan pada tahun 2021, akan mempelajari alam semesta dalam panjang gelombang seperti yang diamati Spitzer. Lensa utama Spitzer yang hanya berdiameter 85 cm, akan jauh dilampaui Webb yang mencapai 6,5 meter, yang memungkinkan Webb untuk mempelajari galaksi-galaksi jauh secara lebih mendetail.

Bahkan, Webb mampu mendeteksi cahaya dari bintang dan galaksi pertama di alam semesta. Penelitian yang mengungkap kecerahan galaksi purba dalam panjang gelombang inframerah oleh Spitzer, akan dipelajari dengan mudah oleh Webb.

“Hasil studi Spitzer tentunya adalah langkah lain untuk memecahkan misteri reionisasi kosmik,” pungkas rekan penulis makalah ilmiah asisten profesor Pascal Oesch dari , Universitas Jenewa. “Kita sekarang mengetahui kondisi fisik di galaksi-galaksi awal yang sangat berbeda daripada galaksi-galaksi modern pada umumnya. Dan misteri ini akan dipecahkan oleh teleskop antariksa masa depan James Webb.”

Ditulis oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Tony Greicius


#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang