![]() |
Webb mampu menembus jauh ke masa lalu untuk melihat ketika bintang dan galaksi pertama tercipta di alam semesta awal. Kredit: STScI |
Alam Semesta Awal
Setelah
Big Bang, alam semesta layaknya sup panas partikel (proton, neutron, dan
elektron). Ketika kosmos mulai mendingin, proton dan neutron mulai membentuk ikatan atom hidrogen dan helium yang terionisasi. Mereka kemudian menarik elektron dan mengubahnya menjadi atom netral, memungkinkan
cahaya untuk melakukan perjalanan bebas pertama kalinya, karena cahaya tidak
lagi menghamburkan elektron bebas.
Alam
semesta mulai transparan. Meskipun masih membutuhkan waktu hingga beberapa
ratus juta tahun setelah Big Bang, sebelum sumber cahaya pertama mulai
terbentuk dan mengakhiri zaman kegelapan kosmik. Seperti apa persisnya cahaya
pertama alam semesta (misalnya bintang yang melebur atom hidrogen untuk menghasilkan lebih banyak helium) dan kapan bintang-bintang pertama tercipta tidak
diketahui.
Dan,
Teleskop Antariksa James Webb NASA yang akan diluncurkan pada tahun 2021 dirancang untuk
membantu kita menjawab pertanyaan ini.
Webb
akan menjadi mesin waktu tangguh dalam visi inframerah yang akan mengintip
lebih dari 13,5 miliar tahun ke masa lalu untuk mengungkap proses pembentukan bintang
dan galaksi pertama dan membawa alam semesta awal keluar dari zaman
kegelapan.
Pergeseran Merah Cahaya
Bayangkan
ketika cahaya meninggalkan bintang dan galaksi pertama hampir 13,6 miliar tahun
yang lalu, kemudian menempuh perjalanan melalui ruang dan waktu demi mencapai
teleskop kita. Pada dasarnya kita melihat bintang dan galaksi ini seperti
ketika cahaya pertama kali meninggalkannya 13,6 miliar tahun yang lalu.
Pada
saat mencapai kita, warna atau panjang gelombang cahaya telah bergeser ke arah
merah, fenomena yang kita sebut “redshift atau pergeseran merah”. Mengapa? Dalam
kasus khusus seperti ini, objek yang kita tanyakan terletak sangat jauh, dan bisa
dijawab oleh teori Relativitas Umum Einstein.
Pergeseran
merah menyediakan informasi terkait ekspansi kosmos. Berarti ruang di antara benda-benda langit benar-benar melebar, menyebabkan galaksi-galaksi saling menjauh. Selain itu, setiap cahaya yang melintasi ruang
juga akan turut terentang, menggeser panjang gelombang cahaya menjadi
panjang gelombang yang lebih panjang.
Ekspansi kosmos membuat objek jauh terlihat sangat redup (atau bahkan tidak
terlihat) pada panjang gelombang cahaya kasat mata, karena cahaya yang bersumber darinya mencapai
kita sebagai cahaya inframerah.
![]() |
Karakteristik Spektrum Elektromagnetik. Kredit: NASA |
Pergeseran
merah mengindikasikan cahaya yang dipancarkan oleh bintang dan
galaksi pertama adalah cahaya kasat mata atau ultraviolet, yang mengalami
pergeseran panjang gelombang ke warna merah pada saat kita melihatnya saat ini
di Bumi. Untuk pergeseran merah yang sangat tinggi (misalnya objek terjauh dari
kita), pada umumnya cahaya kasat mata bergeser ke bagian inframerah-dekat dan inframerah-tengah
dari spektrum elektromagnetik.
Untuk
alasan itulah, kita membutuhkan teleskop inframerah-dekat dan inframerah-tengah
untuk mengamati bintang dan galaksi generasi pertama. Teleskop itu tidak lain adalah Webb.
Mengapa Harus Inframerah?
Mengapa
pengamatan inframerah menjadi kunci untuk melihat bintang dan galaksi generasi pertama
yang tercipta di alam semesta? Dan mengapa para astronom sangat berhasrat untuk
melihat proses pembentukan bintang dan galaksi generasi pertama?
Salah
satu alasannya adalah karena memang kita belum pernah melakukannya!
Satelit
gelombang mikro COBE dan WMAP telah melihat jejak panas yang ditinggalkan oleh
Big Bang, sekitar 380.000 tahun setelah Big Bang berlangsung. Tetapi pada saat itu belum
ada bintang dan galaksi. Ditambah fakta alam semesta adalah
tempat yang cukup gelap.
Peran Webb dalam Menjawab Pertanyaan Ini
Untuk
menemukan galaksi generasi pertama, Webb akan melakukan survei ultra-deep terhadap kosmos pada panjang gelombang inframerah-dekat, dan menindaklanjutinya dengan
spektroskopi resolusi-rendah dan fotometri inframerah-tengah untuk mengukur intensitas
radiasi elektromagnetik objek astronomi. Untuk mempelajari reionisasi, diperlukan
spektroskopi inframerah-dekat beresolusi tinggi.
![]() |
Ilustrasi garis waktu alam semesta. Kredit: WMAP |
Era Rekombinasi
Beberapa
ratus juta tahun setelah Big Bang, alam semesta adalah tempat yang sangat
gelap. Belum ada bintang dan galaksi.
Setelah
Big Bang, alam semesta seperti sup panas partikel yang terdiri dari proton, neutron, dan
elektron. Ketika kosmos mulai mendingin, proton dan neutron mulai membentuk ikatan atom hidrogen dan deuterium yang terionisasi. Deuterium
selanjutnya menyatu menjadi helium-4. Atom terionisasi dari hidrogen dan helium menarik elektron yang mengubahnya menjadi atom netral. Pada akhirnya
komposisi alam semesta pada titik ini, jumlah hidrogen tiga kali lebih banyak daripada
helium, plus sejumlah jejak elemen cahaya lainnya.
Proses yang menyatukan partikel-partikel ini disebut “Rekombinasi” dan fenomena ini berlangsung sekitar 240.000-300.000 tahun setelah Big Bang. Alam semesta
yang tak tertembus cahaya mulai transparan pada titik ini. Sebelumnya
cahaya tidak bisa bergerak bebas karena sup panas partikel menghamburkan
elektron bebas. Setelah elektron bebas terikat pada proton, tidak ada yang bisa
menghambat cahaya. “Era rekombinasi” adalah titik paling awal dalam sejarah
kosmik, bersamanya kita bisa melihat ke masa lalu melalui segala bentuk cahaya.
Inilah
yang hari ini kita lihat sebagai Latar Belakang Gelombang Mikro Kosmik menggunakan
satelit seperti Cosmic Microwave
Background Explorer (COBE) dan Wilkinson
Microwave Anisotropy Probe (WMAP). Menyusul era rekombinasi adalah zaman
kegelapan kosmik, periode waktu setelah alam semesta menjadi transparan tetapi belum
ada bintang-bintang pertama yang terbentuk. Setelah terbentuk, mereka mengakhiri zaman kegelapan dan memulai era berikutnya di alam
semesta kita.
Era Reionisasi
Perubahan
lain terjadi setelah bintang-bintang generasi pertama eksis. Para ilmuwan
memiliki teori yang memprediksi bintang-bintang generasi pertama sangat masif, sekitar 30-300 kali lebih masif daripada Matahari kita dan bersinar jutaan
kali lebih terang. Usia hidup mereka sangat singkat, hanya beberapa juta tahun
sebelum memicu ledakan dahsyat supernova.
Cahaya ultraviolet energik dari bintang-bintang pertama memecah atom
hidrogen untuk kembali menjadi elektron dan proton (atau mengionisasi mereka). Era
ini terjadi menjelang berakhirnya zaman kegelapan hingga sekitar satu miliar tahun setelah Big Bang, dan dikenal sebagai “era reionisasi”. Nama
ini merujuk pada titik ketika sebagian besar hidrogen netral terionisasi oleh
peningkatan radiasi dari bintang-bintang masif pertama.
Reionisasi
adalah fenomena penting dalam sejarah kosmos, karena menghadirkan
satu dari sedikit cara yang memungkinkan kita (secara tidak langsung)
mempelajari bintang-bintang paling awal. Tetapi para ilmuwan tidak tahu
persis kapan bintang-bintang generasi pertama terbentuk dan kapan proses reionisasi mulai terjadi.
Kelahiran
bintang-bintang pertama ini menandai akhir “Zaman Kegelapan” dalam sejarah
kosmik, periode ketika belum ada sumber cahaya. Memahami bintang-bintang generasi pertama dianggap sangat penting, karena mereka sangat memengaruhi pembentukan
objek kosmik selanjutnya seperti galaksi. Sumber-sumber cahaya pertama
bertindak sebagai benih untuk membentuk objek yang lebih besar di kemudian
hari.
Selain
itu, bintang-bintang generasi pertama yang memicu ledakan supernova kemungkinan besar
runtuh dan menjadi lubang hitam. Lubang hitam mulai menelan gas dan
bintang-bintang lain untuk menghasilkan objek yang disebut “mini-quasar”, yang
kemudian tumbuh dan bergabung dengan lubang hitam lain untuk melahirkan lubang
hitam supermasif yang sekarang kerap ditemukan di wilayah pusat galaksi.
Ditulis
oleh: Staf jwst.nasa.gov
Sumber:
First Light & Reionization
Komentar
Posting Komentar