Langsung ke konten utama

Warisan Sains Berharga Teleskop Antariksa Spitzer NASA

warisan-sains-berharga-teleskop-antariksa-spitzer-nasa-informasi-astronomi
Ilustrasi Teleskop Antariksa Spitzer NASA.
Kredit: NASA/JPL-Caltech

NASA sedang merayakan warisan sains berharga yang ditinggalkan oleh Teleskop Antariksa Spitzer, satu dari tiga Observatorium Besar yang telah mempelajari alam semesta dalam spektrum cahaya inframerah selama lebih dari 16 tahun. Misi Spitzer akan berakhir pada tanggal 30 Januari 2020.

Diluncurkan pada tahun 2003, Spitzer telah mengungkap fitur-fitur kosmik tersembunyi yang mengarah pada penemuan dan wawasan baru, membentang dari tata surya kita sendiri hingga hampir ke ujung alam semesta.

“Spitzer telah mengajarkan kepada kita tentang betapa pentingnya cahaya inframerah untuk memahami alam semesta, baik di lingkungan kosmik lokal maupun di galaksi-galaksi terjauh,” kata Paul Hertz, Direktur Astrofisika di Markas Besar NASA. “Kemajuan yang akan kita capai di bidang astrofisika adalah karena warisan berharga yang ditinggalkan Spitzer.”


Spitzer dirancang untuk mempelajari benda langit “dingin, tua dan berdebu,” tiga hal yang hanya dapat diamati oleh para astronom dalam cahaya inframerah. Cahaya inframerah mengacu pada rentang panjang gelombang spektrum inframerah, mulai dari berukuran sekitar 700 nanometer (yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang) hingga sekitar 1 milimeter (sekitar ukuran pentol jarum jahit). Panjang gelombang inframerah mampu mengungkap alam semesta dalam visi yang berbeda. Sebagai contoh, Spitzer dapat mengungkap benda langit sangat dingin dan tidak memancarkan cahaya kasat mata dalam jumlah besar, seperti eksoplanet (planet di luar tata surya), katai coklat dan objek-objek kosmik dingin lainnya yang menghuni ruang antarbintang.

Untuk benda-benda langit tertua, Spitzer telah mempelajari beberapa galaksi terjauh yang pernah terdeteksi. Cahaya mereka telah menempuh perjalanan selama milyaran tahun untuk mencapai kita, memungkinkan para ilmuwan untuk menatap mereka seperti dahulu kala. Bersama Teleskop Antariksa Hubble, juga salah satu Observatorium Besar NASA, Spitzer mengidentifikasi GNz-11, galaksi terjauh di alam semesta. Cahaya yang diamati dari galaksi tersebut dipancarkan 13,4 miliar tahun yang lalu, ketika alam semesta masih berusia kurang dari 5% usianya saat ini.

warisan-sains-berharga-teleskop-antariksa-spitzer-nasa-informasi-astronomi
Teleskop Antariksa Spitzer (sebelumnya bernama Space Infrared Telescope Facility atau SIRTF) siap untuk diluncurkan dari Cape Canaveral Air Force Station pada tahun 2003.
Kredit: NASA

Di antara penemuan-penemuan besar lainnya, kolaborasi antara dua Observatorium Besar NASA juga telah menemukan fakta bahwa galaksi-galaksi awal semacam itu ternyata lebih masif daripada perkirakan para ilmuwan. Disusul studi terhadap galaksi-galaksi modern, Spitzer telah memperdalam wawasan kita tentang pembentukan dan evolusi galaksi sepanjang sejarah alam semesta.

Visi tajam Spitzer mampu menembus debu antarbintang, yang lazim ditemukan di sebagian besar galaksi. Bercampur dengan molekul gas di dalam awan raksasa, debu antarbintang dapat memadat dan melahirkan bintang dan sistem planet. Melalui teknik spektroskopi, Spitzer dapat menganalisis komposisi kimiawi debu untuk mempelajari material yang membentuk planet dan bintang.

Pada tahun 2005, setelah misi Deep Impact NASA yang menargetkan komet Tempel 1 untuk ditabrak, Spitzer kemudian menganalisis debu yang terlempar dan memberikan daftar material yang kemungkinan berasal dari awal sejarah tata surya. Terlebih lagi, Spitzer telah menemukan cincin terbesar Saturnus yang tak pernah bisa terdeteksi oleh observatorium optik.

warisan-sains-berharga-teleskop-antariksa-spitzer-nasa-informasi-astronomi
Lengan-lengan spiral galaksi Messier 81 diabadikan oleh Spitzer. Terletak di rasi utara Ursa Major, galaksi ini terletak sekitar 12 juta tahun cahaya dari Bumi.
Kredit: NASA/JPL-Caltech

Selain itu, spektrum inframerah dapat menembus debu kosmik yang tidak mampu dilakukan teleskop cahaya kasat mata (optik), memungkinkan Sptizer untuk mengungkap wilayah-wilayah yang seharusnya tersembunyi.

“Sangat menakjubkan, ketika memikirkan segala sesuatu yang telah dicapai oleh Spitzer, mulai dari mendeteksi asteroid di tata surya hingga  beberapa galaksi terjauh yang pernah kita ketahui,” kata Michael Werner, ilmuwan proyek Spitzer.

Untuk memperdalam wawasan ilmiah, para ilmuwan Spitzer sering menggabungkan temuan mereka dengan berbagai observatorium lainnya, termasuk dua Observatorium Besar NASA, Hubble dan Observatorium Sinar-X Chandra.

warisan-sains-berharga-teleskop-antariksa-spitzer-nasa-informasi-astronomi
Citra yang dihasilkan oleh Spitzer ini menampilkan ratusan ribu bintang yang memadati dan mengelilingi inti galaksi Bima Sakti kita. Dalam gambar ini, bintang-bintang tua dan dingin berwarna biru, sementara fitur pendar debu kosmik yang diterangi cahaya bintang-bintang masif ditampilkan dalam rona kemerahan.
Kredit: NASA/JPL-Caltech

Eksoplanet

Beberapa prestasi sains terbaik Spitzer termasuk studi terkait eksoplanet, meskipun bukan bagian dari tujuan sains original Spitzer. Tim astronom yang menerapkan metode transit untuk mencari penurunan skala kecerahan bintang induk saat sebuah planet melintas di depannya, mengkonfirmasi dua planet seukuran Bumi di sistem TRAPPIST-1. Kemudian Spitzer digunakan untuk menemukan lima planet seukuran Bumi lain dalam sistem tersebut, dan memberikan informasi penting tentang massa jenis planet. TRAPPIST-1 adalah sistem planet terestrial (berbatu) terbesar yang pernah ditemukan mengorbit sebuah bintang.

Sebagai observatorium pertama yang mampu mengurai cahaya yang berasal dari eksoplanet, Spitzer memanfaatkan kemampuannya ini untuk mendeteksi molekul di sebuah eksoplanet, termasuk pengukuran pertama variasi suhu dan angin di atmosfer.

“Ketika Spitzer dirancang, para ilmuwan belum pernah menemukan satu pun eksoplanet transit, dan pada saat Spitzer diluncurkan, kita hanya hanya menemukan segelintir,” kata Sean Carey, Manajer Pusat Sains Spitzer di IPAC California Technology, Pasadena California. “Fakta bahwa Spitzer menjadi instrumen studi eksoplanet mengakar sangat kuat, meskipun tidak didesain seperti itu. Dan Spitzer telah melampaui segala ekspetasi kami.”

warisan-sains-berharga-teleskop-antariksa-spitzer-nasa-informasi-astronomi
Bintang-bintang yang baru dilahirkan, mengintip dari balik selimut debu sebagaimana dicitrakan pada awan gelap Rho Ophiuchi oleh Spitzer.  Rho Ophiuchi adalah salah satu wilayah pembentuk bintang terdekat yang terletak sekitar 407 tahun cahaya dari Bumi.
Kredit: NASA/JPL-Caltech

Benda Langit Dingin

Salah satu keampuhan Spitzer yang paling menonjol terletak pada kepekaannya untuk mendeteksi sumber inframerah redup. Bumi adalah sumber utama radiasi infra merah, jadi upaya pengamatan sumber inframerah redup dari darat layaknya mengamati bintang-bintang saat Matahari terbit. Itulah alasan utama mengapa para insinyur Spitzer mendesainnya sebagai observatorium astrofisika pertama yang ditempatkan di orbit Bumi, sehingga terpisah jauh dari panas planet kita sendiri. Detektor Spitzer tak perlu bersaing dengan radiasi inframerah planet rumah kita sendiri.

Panjang gelombang inframerah dapat mengungkap fitur-fitur menarik di alam semesta. Beberapa teleskop berbasis darat memang mampu mengamati dalam panjang gelembang inframerah tertentu dan turut menyumbang wawasan sains yang berharga, tetapi karena ditempatkan di luar angkasa, Spitzer dapat mencapai sensitivitas yang lebih maksimal untuk mengamati sumber yang lebih redup, seperti galaksi-galaksi jauh. Terlebih lagi Spitzer dirancang untuk mendeteksi beberapa panjang gelombang inframerah yang sepenuhnya diblokir oleh atmosfer Bumi, dan berada di luar jangkauan observatorium berbasis darat.

Apa itu cahaya inframerah dan bagaimana para ilmuwan menggunakannya untuk mempelajari alam semesta? Radiasi infra merah adalah jenis energi yang tidak dapat kita lihat, tetapi bisa terasa panas. Semua benda di alam semesta memancarkan berbagai tingkatan radiasi inframerah, baik objek panas atau dingin, membuat teleskop inframerah seperti Spitzer sangat berguna dalam mendeteksi objek tak kasat mata.

Pesawat antariksa yang dikendarai Spitzer juga menghasilkan panas inframerah, oleh karena itu Spitzer dirancang untuk tetap dingin dan beroperasi pada suhu serendah minus 267 derajat Celcius. Pada tahun 2009, persediaan helium coolant Spitzer habis, menandai berakhirnya “cold mission.” Mengingat terpisah sangat jauh dari Bumi yang juga membantunya agar tidak terlalu panas, Spitzer masih bisa beroperasi pada suhu minus 244 derajat Celsius dan para ilmuwan masih bisa terus melakukan studi dalam dua panjang gelombang inframerah. “Warm mission” Spitzer telah berlangsung selama lebih dari satu dekade, hampir dua kali lipat durasi “cold mission.”

Perencana misi sebenarnya tidak pernah mengharapkan masa operasional Spitzer selama 16 tahun lebih. Durasi operasional yang cukup panjang ini memang memungkinkan temuan-temuan baru, tetapi juga menimbulkan tantangan karena pesawat antariksa semakin melayang menjauhi Bumi.

“Tidak ada rencana untuk membuat Spitzer beroperasi begitu jauh dari Bumi, sehingga tim harus beradaptasi tahun demi tahun untuk menjaga operasional pesawat antariksa,” kata Joseph Hunt, manajer proyek Spitzer. “Tapi, saya rasa mengatasi tantangan itu telah membuat orang sangat bangga karena telah terlibat misi. Misi ini tetap selalu bersamamu.”

Pada tanggal 30 Januari 2020, para insinyur akan menonaktifkan Spitzer dan menghentikan seluruh operasi sains. Selama proses Senior Review NASA pada tahun 2016, badan antariksa ini telah memutuskan untuk mengakhiri misi Spitzer. Misi direncanakan berakhir pada tahun 2018 saat Teleskop Antariksa James Webb diluncurkan. Penundaan peluncuran Webb membuat misi Spitzer diperpanjang untuk kelima kalinya dan terakhir. Perpanjangan durasi misi justru memberikan waktu tambahan bagi Spitzer untuk terus memproduksi sains transformatif, termasuk merintis jalan bagi Webb.

Ditulis oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Tony Greicius



#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang