Satu tim astronom dari Brasil telah mengamati sistem biner yang terdiri dari bintang katai putih dan katai coklat. Kredit: FAPESP |
Sistem biner gerhana adalah salah satu dari beberapa jenis variabel bintang. Jika diamati, biner gerhana hanya muncul sebagai satu titik cahaya, namun
berdasarkan variasi kecerahan dan observasi spektroskopi, para astronom dapat mengungkap bahwa mereka sebenarnya adalah dua
bintang yang saling mengorbit dari jarak dekat. Variasi
intensitas cahaya biner gerhana disebabkan oleh satu
bintang yang melintas di depan bintang lainnya dari sudut pandang pengamat. Jika
kita berasumsi orbit mereka melingkar, maka variasi cahaya biner gerhana dapat diprediksi dengan mudah. Perhitungan bahkan bisa dilakukan dalam waktu yang relatif singkat menggunakan
program komputer.
Sistem biner gerhana relatif umum di alam semesta kita. Bagi seorang pengamat langit, sistem ini terlihat layaknya bintang tunggal. Studi terhadap sistem biner gerhana memberikan kesempatan kepada para astronom untuk mengukur sifat-sifat mendasar secara langsung (massa dan radius) dari komponen masing-masing
bintang.
Baru-baru
ini, satu tim astronom dari Brasil telah mempelajari fenomena langka di
Bima Sakti, biner gerhana yang terdiri dari bintang katai putih
dan katai coklat, masing-masing memiliki massa yang rendah. Yang dianggap tidak
biasa di sistem ini adalah siklus hidup katai putih tampaknya
telah terganggu oleh katai coklat yang menjadi pengiringnya. Interaksi ini menyebabkan kematian dini bagi katai putih, karena katai coklat menyedot
habis material yang mengakibatkan katai putih mati dalam “kelaparan”.
Makalah studi yang merinci penemuan diberi judul “HS 2231+2441: an HW Vir system composed
by a low-mass white dwarf and a brown dwarf”, telah
dipublikasikan di Monthly Notice of Royal
Astronomical Society. Tim astronom dipimpin oleh Leonardo Andrade de Almeida,
seorang rekan postdoctoral dari Institut Ilmu Astronomi, Geofisika, dan Atmosfer
Universitas São Paolo, bersama para ilmuwan dari National Institute for Space Research dan Universitas Negeri Feira
de Santana.
Observatorio del Roque de los Muchachos di pulau La Palma. Kredit: IAC |
Tim melakukan pengamatan terhadap sistem biner antara
tahun 2005 hingga 2013 menggunakan Observatorium Pico dos Dias di
Brasil. Data yang terkumpul kemudian digabungkan dengan informasi dari Teleskop William
Herschel yang ditempatkan di Observatorio
del Roque de los Muchachos di pulau La Palma. Sistem biner yang diberi kode HS 2231+2441, terdiri dari bintang katai putih dan katai coklat.
Bintang
katai putih adalah "jenazah" dari bintang mirip Matahari, yang pada dasarnya adalah segala yang tersisa setelah bintang menghabiskan kandungan hidrogen untuk melakukan fusi nuklir dan melontarkan lapisan-lapisan terluarnya. Di
sisi lain, katai coklat adalah bintang "gagal" yang memiliki massa di
antara bintang dan planet. Sistem biner yang terdiri dari kedua objek
tersebut adalah fenomena yang jarang ditemukan.
Sebagaimana dijelaskan de Almeida dalam siaran pers FAPESP, “Tipe
sistem biner bermassa rendah seperti ini relatif jarang, dan hanya ada beberapa lusin yang pernah diamati sampai saat ini.”
Pasangan
bintang dalam sistem biner ini terdiri dari bintang katai putih dengan massa antara 20-27% massa Matahari dan suhu sekitar 28.227° K. Sedangkan
massa katai coklat hanya sekitar 34-36 kali massa Jupiter. Kombinasi ini menjadikan HS 2231+2441 sebagai sistem biner gerhana terkecil yang pernah dipelajari.
Ilustrasi sistem biner gerhana. Kredit: ESO/L. Calçada. |
Sebelumnya,
bintang utama (katai putih) dalam sistem adalah sebuah bintang
normal yang berevolusi lebih cepat daripada pendampingnya karena lebih masif.
Setelah menghabiskan bahan bakar hidrogen yang dibutuhkan untuk fusi nuklir helium, ia seharusnya berevolusi menjadi raksasa merah, proses yang terjadi
ketika bintang mirip Matahari keluar dari fase deret utama. Tahap evolusi ditandai dengan membengkaknya ukuran bintang dengan diameter melebihi 150 juta km.
Pada
titik ini, Almeida bersama para kolega menyimpulkan bahwa bintang primer kemudian mulai berinteraksi secara gravitasi dengan bintang sekunder dalam
sistem (katai coklat). Sementara itu, katai coklat mulai tertarik dan dilanda
oleh lapisan terluar bintang primer yang menghilangkan momentum
sudut orbital. Akhirnya, gaya tarik yang begitu kuat mampu mengatasi gravitasi yang mempertahankan lapisan terluar untuk tetap berada di bintang utama.
Setelah
hal ini terjadi, lapisan terluar bintang primer mulai terkelupas hingga mengekspos inti helium dan mentransfer sejumlah besar material ke katai coklat.
Karena kehilangan cukup banyak massa, maka bintang primer melewati tahap evolusi raksasa merah dan langsung menjadi katai putih. Sementara itu, katai coklat kemudian
mulai mengorbit katai putih primer dengan periode orbital pendek hanya dalam
waktu tiga jam. Seperti yang dijelaskan oleh Almeida:
"Pengalihan
massa dari bintang primer yang lebih masif ke bintang sekunder, terjadi sangat ganas, tidak stabil dan hanya berlangsung
dalam waktu singkat. Bintang sekunder seharusnya telah mendapatkan banyak material, tetapi tetap tidak cukup untuk mengubahnya menjadi bintang sejati.
Ilustrasi katai coklat yang mengorbit katai putih. Kredit: ESO |
Situasi
ini mirip dengan apa yang diamati oleh para astronom pada musim panas lalu
saat mempelajari sistem biner yang diberi kode WD 1202-024. Di sistem
ini, katai coklat juga ditemukan mengorbit bintang
katai putih primer. Terlebih lagi, para astronom mengindikasikan katai coklat cenderung
mendekati katai putih begitu memasuki fase pertama raksasa merah.
Pada
titik ini, katai coklat akan melucuti atmosfer bintang primer, sehingga mengekspose inti katai putih. Interaksi ini menyebabkan kematian prematur bagi bintang primer. Fakta bahwa dua fenomena serupa terjadi
dalam waktu singkat adalah kebetulan. Mengingat usia alam semesta (sekitar 13,8 miliar tahun), objek-objek yang telah mati hanya bisa
terbentuk di sistem biner.
Di
Bima Sakti saja, sekitar 50% bintang bermassa rendah merupakan bagian dari sistem biner, sementara hanya segelintir bintang bermassa tinggi yang memiliki pengiring. Dalam kasus ini,
sekitar tiga perempat bintang akan berinteraksi dalam beberapa cara dengan bintang pengiring, hingga akhirnya bergabung menjadi satu.
Sebagaimana ditunjukkan oleh Almeida, studi terhadap sistem biner ini dapat membantu para astronom untuk memahami tentang objek padat nan panas seperti katai putih. “Sistem biner menawarkan
cara langsung untuk mengukur parameter utama sebuah bintang, yaitu massa
bintang itu sendiri,” jelanya. “Itulah mengapa sistem biner dianggap sangat penting
terkait pemahaman kita tentang siklus hidup bintang.”
Beberapa tahun belakangan ini, para ilmuwan baru bisa menemukan katai putih bermassa rendah. Jadi, menemukan sistem biner yang terdiri dari katai putih dan katai coklat adalah kelangkaan lainnya. Seiring penemuan-penemuan baru, kesempatan untuk mempelajari berbagai fenomena di alam semesta kita semakin meningkat.
Ditulis
oleh: Matt Williams, www.universetoday.com
#terimakasihgoogle
Komentar
Posting Komentar