“Lebih
besar dari planet, tapi aku bukan bintang. Lebih kecil dari bintang, tapi aku
bukan planet. Siapakah aku?”
Pertanyaan
ini bisa menjadi titik balik untuk memahami bagaimana para astronom
mengklasifikasikan benda langit eksostis di alam semesta, sekaligus memberikan kesempatan untuk lebih memahami beberapa penghuni galaksi Bima Sakti yang
paling aneh.
Jawabannya
adalah, “Katai Coklat.”
Arti Nama Katai Coklat
Terlepas
dari namanya, warna katai coklat sebenarnya tidak benar-benar coklat. Benda
langit dengan massa mulai dari 12 kali lipat massa Jupiter hingga 50% massa Matahari ini memancarkan cahayanya sendiri, meskipun tidak terlalu
terang. Katai coklat terbesar dan termuda tergolong cukup panas dan mampu memancarkan
cahaya hangat dengan stabil. Dari kejauhan, bintang katai coklat mungkin tidak
terlalu jauh berbeda dari bintang katai merah. Sebaliknya katai coklat terkecil
dan tertua nyaris tak terlihat, hanya memancarkan radiasi yang bisa dideteksi
pada spektrum inframerah. Tanpa bantuan peralatan astronomi memadai,
seorang pengamat langit tak mungkin dapat melihatnya.
Sebagian
besar katai coklat memancarkan cahaya lembut dengan rona magenta redup, membuat
karakter mereka agak unik dibandingkan penghuni galaksi lainnya.
Tetapi tidak seperti bintang deret utama, katai coklat tidak bercahaya karena reaksi
fusi nuklir di bagian inti. Cahaya dan panas yang dipancarkan katai coklat
hanyalah sisa-sisa dari proses pembentukan awal. Bintang “gagal” karena tak mampu
melakukan fusi nuklir itu dilahirkan dari keruntuhan awan gas dan debu (seperti
halnya bintang deret utama), yang menghasilkan energi dalam jumlah cukup besar.
Energi kemudian terperangkap dalam material awan gas dan debu yang runtuh
karena gaya gravitasinya sendiri dan terkunci di dalam selama puluhan juta
tahun. Panas menerobos keluar secara perlahan-lahan dan memancar ke ruang angkasa
dalam wujud cahaya suam-suam kuku.
Seiring
berkurangnya pasokan panas, katai coklat akan meredup dan mengalami pergeseran
warna, dari merah ke magenta ke inframerah yang tak kasat mata. Semakin besar
massa katai coklat saat dilahirkan, semakin banyak panas yang
terperangkap, dan semakin lama katai coklat mengimitasi bintang sejati. Tapi takdir pamungkas yang menanti katai coklat selalu sama, terlepas dari massa ketika mereka dilahirkan.
Ambang Batas Massa
Mungkin
tidak terlalu aneh jika ada ilmuwan yang tergoda untuk mengklasifikasikan katai
coklat sebagai variasi aneh dari planet-planet raksasa. Lagipula, planet juga
mendingin seiring waktu dan tidak memiliki sumber energi baru untuk
menjaga panas agar tetap stabil selama miliaran atau triliunan tahun.
Tetapi sebagian besar katai coklat turut memainkan peran tersendiri yang tak
tergantikan. Diperlukan ambang batas tertentu dalam hal massa (sekitar 80 kali massa
Jupiter) bagi sebuah bintang untuk mencapai tekanan dan suhu yang begitu panas,
sehingga bagian inti dapat melakukan aktivitas fusi nuklir hidrogen menjadi helium. Dan ada ambang batas yang jauh lebih rendah, sekitar 13 kali massa Jupiter, agar
fusi nuklir yang sedikit berbeda dapat dimulai.
Dalam
ambang batas rendah ini, deuterium (satu proton dan satu neutron yang
direkatkan dalam sebuah nukleus) dapat dilebur oleh proton menjadi helium-3 untuk
menghasilkan energi dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Beberapa bintang
dapat melakukan fusi nuklir deuterium secara singkat saat menghangat, tetapi
katai coklat dapat menjaga proses ini lebih lama, meskipun tidak untuk
selamanya. Katai coklat terbesar mengkonsumsi seluruh molekul deuterium hanya dalam
waktu jutaan tahun, relatif singkat dalam skala waktu astronomi.
Untuk
alasan inilah, interior katai coklat tidak terpisah secara sempurna ke dalam
lapisan-lapisan yang berbeda. Bintang-bintang seperti Matahari kita memiliki inti
padat hidrogen dan helium, yang dikelilingi lapisan plasma didominasi radiasi energi dan dikelilingi oleh lapisan berikutnya, molekul sup panas yang mendidih. Tetapi katai coklat sama sekali tak memiliki lapisan-lapisan yang menyelimuti inti, hanya
ada satu ujung konveksi yang mentransfer keluar masuk material dari jangkauan
terdalam ke tepi ruang angkasa dan kembali lagi.
Jadi,
setiap molekul deuterium di katai coklat yang berukuran besar akan terseret ke
bagian pusat untuk diubah menjadi helium-3.
Sedangkan
katai coklat yang berukuran lebih kecil, mendingin lebih cepat dan menurunkan
suhu internal di bawah ambang batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan reaksi
fusi nuklir. Berarti molekul deuterium lebih cepat dilebur oleh katai coklat
berukuran kecil.
Faktor Ukuran
Katai
coklat dilahirkan seperti bintang deret utama lainnya, memancarkan panas untuk
sementara waktu, bahkan kadang-kadang melakukan fusi di bagian inti. Jadi,
adakah alasan untuk tidak menempatkan mereka sebagai bintang sejati?
Ada,
ukuran sangat penting!
Meskipun
ada yang mencapai 50 kali massa Jupiter, sebagian besar katai coklat berukuran kecil.
Membayangkan 50 kali massa Jupiter mungkin sudah luar biasa besar, tetapi banyak
pula katai coklat yang ukurannya tidak terlalu jauh berbeda dari tipikal planet
raksasa gas.
Bintang
mampu mempertahankan diri untuk tidak menyusut terlalu jauh, melalui reaksi
berantai fusi nuklir di inti bintang. Energi yang dihasilkan mengimbangi
tekanan gaya gravitasi yang menarik ke dalam dan menstabilkan bintang.
Katai
coklat tidak memiliki karakteristik bintang sejati (tidak untuk jangka
panjang). Dan tidak seperti planet, katai coklat juga tidak memiliki inti padat
berbatu atau mantel dingin untuk menopang dirinya sendiri. Jadi, yang tersisa hanyalah
gaya kuantum eksotis yang disebut “tekanan degenerasi”, tekanan yang bisa
memampatkan begitu banyak partikel ke volume yang sangat kecil. Dalam hal ini,
katai coklat sepenuhnya digerakkan oleh tekanan degenerasi, jadi ukuran mereka
sangat minim jika dibandingkan bintang deret utama.
Batas
antara planet raksasa dan bintang kecil tidak sekadar kabur, karena
sesungguhnya inilah kelas objek baru, yang memiliki karakteristik bintang
sekaligus planet.
Ditulis
oleh: Paul Sutter, www.space.com
Komentar
Posting Komentar