Bintang deret utama melakukan fusi atom
hidrogen untuk membentuk atom helium di bagian inti. Sekitar 90% bintang di alam semesta, termasuk Matahari, adalah bintang deret utama. Rentang massa bintang deret utama berada di antara sepersepuluh hingga 200 kali
lipat massa Matahari.
Bintang memulai kehidupannya sebagai awan
debu dan gas. Gaya gravitasi kemudian menarik awan dan membentuk protostar berukuran kecil yang disuplai oleh material yang runtuh. Protostar kerap terbentuk di awan gas padat dan sangat sulit dideteksi.
“Alam tidak membentuk bintang dalam sebuah isolasi,” ungkap Mark Morris dari Universitas California di Los Angeles dalam sebuah
pernyataan. “Alam membentuk bintang di dalam gugus, dari awan debu
dan gas yang menjadi tempat kelahiran mereka, yang selanjutnya runtuh karena gaya gravitasinya sendiri.”
Bintang yang berukuran lebih kecil, kurang
dari 0,08 massa Matahari, tidak dapat mencapai tahap fusi nuklir di inti
bintang dan menjadi katai coklat, bintang gagal yang tidak pernah bersinar. Jika memiliki massa yang cukup besar, maka gas dan debu yang runtuh akan membara lebih
panas, hingga akhirnya mencapai suhu yang cukup untuk melakukan fusi hidrogen
menjadi helium. Bintang menyala dan menjadi bintang deret utama yang
ditenagai oleh fusi hidrogen. Fusi atom hidrogen menghasilkan tekanan keluar
yang mengimbangi gaya gravitasi yang menarik ke dalam, sehingga menstabilkan
bintang.
Seberapa lama kehidupan bintang deret utama
bergantung pada massa bintang itu sendiri. Bintang dengan massa besar memang memiliki material yang lebih banyak, namun terbakar lebih cepat karena suhu
tinggi di inti bintang yang disebabkan oleh gaya gravitasinya sendiri yang kuat.
Sementara Matahari akan menjalani kehidupan sebagai bintang deret utama selama sekitar
10 miliar tahun, bintang yang 10 kali lipat lebih masif hanya mampu bertahan
sebagai bintang deret utama selama sekitar 20 juta tahun. Sebuah bintang katai merah, yang massanya hanya setengah dari massa Matahari, bisa bertahan selama
80-100 miliar tahun, jauh lebih panjang daripada umur alam semesta
saat ini. (Masa hidup yang panjang ini adalah salah satu alasan mengapa bintang
katai merah dianggap sebagai lokasi terbaik untuk mencari planet-planet yang menampung kehidupan, karena bintang katai merah cenderung stabil dalam
jangka waktu yang lama.)
Bintang
yang Bersinar Terang
Pada awal abad ke-20, para astronom menyadari
bahwa massa bintang terkait dengan luminositasnya, atau seberapa banyak cahaya
yang dihasilkan. Keduanya, baik massa maupun luminositas, terkait dengan suhu
bintang. Bintang yang 10 kali lipat lebih masif daripada Matahari, bersinar seribu
kali lipat lebih terang daripada Matahari.
Massa dan luminositas juga berhubungan dengan
warna bintang. Bintang yang lebih masif dan lebih panas, lebih berwarna biru,
sementara bintang-bintang yang kurang masif lebih dingin dan menampilkan warna yang lebih kemerahan. Matahari kita berada di antara spektrum ini, mengingat
penampilannya yang lebih kekuningan.
Pemahaman ini kemudian mengarah ke diagram Hertzsprung-Russell (H-R), grafik bintang
berdasarkan kecerahan dan warna (yang pada gilirannya menunjukkan suhu bintang).
Sebagian besar bintang terletak pada garis yang disebut “deret utama”,
yang membentang dari kiri atas (bintang panas lebih cerah) ke kanan bawah (bintang
dingin lebih redup).
Video: Menyusun Diagram Hertzsprung-Russell
(situs Hubble)
Saat Bintang Keluar dari Deret Utama
Pada akhirnya, bintang deret utama
akan membakar seluruh hidrogen di bagian inti bintang dan mencapai
akhir siklus kehidupannya. Ketika mencapai tahap ini, sebuah bintang menanggalkan
statusnya sebagai bintang deret utama.
Bintang yang massanya seperempat kali lebih
kecil daripada Matahari akan menjalani tahap evolusi selanjutnya dan menjadi katai putih. Bintang katai putih tidak lagi melakukan fusi
hidrogen di bagian inti, tapi masih memancarkan panas. Seiring waktu, katai putih akan terus mendingin dan menjadi katai hitam, tapi katai hitam
hanyalah bintang teoritis, sebab usia alam semesta saat ini tidak
memungkinkan, bahkan bagi bintang katai putih generasi pertama untuk mendingin
dan menjalani transisi menjadi katai hitam.
Bintang yang ukurannya lebih besar, lapisan terluarnya
akan runtuh ke dalam sampai suhu bintang kembali cukup panas untuk melakukan fusi helium
menjadi karbon. Tekanan fusi kemudian mendorong keluar dan mengakibatkan
bintang mengembang beberapa kali lebih besar dari ukuran aslinya. Inilah tahap evolusi raksasa merah. Meskipun ukurannya beberapa kali lipat lebih besar daripada
bintang deret utama, raksasa merah jauh lebih redup. Suatu hari nanti, Matahari
juga akan menjadi raksasa merah, tapi jangan risau, karena tidak akan
terjadi dalam waktu dekat.
“Sekitar lima miliar tahun dari sekarang,
setelah menjadi raksasa merah dan membakar Bumi, Matahari akan melepaskan nebulanya
yang indah dan memudar sebagai bintang katai putih,” jelas Howard Bond dari Space Telescope Science Institute (STScI) di Maryland.
Jika dari semula sebuah bintang memiliki
massa hingga 10 kali lipat lebih besar dari Matahari, maka ia membakar
material yang ada padanya hanya dalam waktu 100 juta tahun dan runtuh
menjadi katai putih super padat. Bintang yang lebih masif akan mengakhiri
kehidupannya setelah memicu ledakan dahsyat supernova, memuntahkan unsur-unsur berat yang ditempa di inti bintang ke seluruh galaksi.
Inti yang tersisa setelah ledakan berevolusi menjadi bintang neutron atau lubang hitam.
Masa kehidupan yang sangat
panjang berarti katai merah yang terbentuk tak lama setelah Big Bang,
hingga kini masih tetap eksis. Bagaimanapun juga, bintang dengan massa rendah ini
akan membakar habis seluruh kandungan hidrogennya, sehingga menjadi lebih redup, dingin,
dan akhirnya padam.
Ditulis oleh: Nola Taylor Redd, kontributor
www.space.com
#terimakasihgoogle
Komentar
Posting Komentar