Langsung ke konten utama

Model Iklim Bumi, Cetak Biru Deteksi Kehidupan di Planet-Planet Jauh

model-iklim-bumi-cetak-biru-deteksi-kehidupan-di-planet-planet-jauh-informasi-astronomi
Ilustrasi sebuah eksopanet.
Kredit: Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA/Chris Smith

Di sebuah gedung yang terletak di sebelah barat laut kampus Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA di Greenbelt Maryland, ribuan komputer menghasilkan paduan suara yang “memekakkan telinga”. Disebut NASA’s Discover supercomputer, ribuan komputer ini mampu menghasilkan 7 kuadriliun perhitungan per detik. Mereka menjalankan model iklim canggih untuk memprediksi iklim Bumi di masa depan.

Tetapi, saat ini mereka juga dimanfaatkan untuk menjalankan model yang lebih sulit, untuk menjawab pertanyaan apakah di antara lebih dari 4.000 planet di luar tata surya yang ditemukan dalam kurun waktu dua dekade terakhir ada yang mampu menopang kehidupan.

Para ilmuwan NASA terkejut mengetahui hasil perhitungan dari model yang dijalankan oleh Discover supercomputer. Jawabannya tak sekadar, “IYA”, tetapi juga dalam berbagai kondisi yang jauh lebih ekstrem dibandingkan lingkungan di Bumi. Simulasi ini telah mendorong para ilmuwan untuk kembali bergulat dengan pertanyaan penting dalam upaya pencairan kehidupan di luar Bumi. Mungkinkah gagasan kita tentang kondisi yang dibutuhkan oleh planet untuk menopang kehidupan terlalu terbatas?

Teleskop dan observatorium generasi masa depan diharapkan memberi para ilmuwan lebih banyak petunjuk, seperti analisis lapisan atmosfer planet berbatu mirip Bumi yang barangkali memiliki unsur terpenting bagi kehidupan, yaitu air cair yang mengalir di permukaan planet.

Untuk saat ini, mustahil meneliti atmosfer dunia-dunia jauh. Mengirim pesawat antariksa ke planet terdekat di luar tata surya (eksoplanet), membutuhkan waktu 75.000 tahun dengan teknologi saat ini. Bahkan dengan teleskop terkuat saat ini sekalipun, hampir tidak mungkin mempelajari eksoplanet terdekat secara mendetail. Selain berukuran kecil, mereka juga disembunyikan oleh kilau cahaya bintang induk, sehingga para ilmuwan kesulitan untuk mengamati refleksi cahaya bintang dari planet yang dapat mengungkap unsur kimiawi kehidupan di permukaan.

Dengan kata lain, mendeteksi unsur-unsur kimiawi di lapisan atmosfer eksoplanet bagaikan melihat secara sekilas kunang-kunang di sebelah lampu sorot di Los Angeles dari Washington, D.C. Fakta ini membuat model iklim dianggap penting untuk upaya eksplorasi, ungkap kepala ilmuwan eksoplanet Karl Stapelfeldt dari Laboratorium Propulsi Jet NASA di Pasadena California.

“Model memberikan prediksi spesifik yang dapat diuji tentang apa yang harus kita lihat,” katanya. “Oleh karena itu, model dianggap sangat penting untuk merancang teleskop masa depan dan strategi observasi.”

Apakah Tata Surya Kita adalah Model Ideal?

Dalam upaya pemindaian kosmos menggunakan jajaran teleskop berbasis darat dan antariksa, para astronom telah menemukan berbagai citra dunia yang imajinatif.

“Untuk waktu yang lama, para ilmuwan memfokuskan diri untuk menemukan sistem mirip Matahari dan Bumi, sebab hanya sistem ini yang kita ketahui,” jelas penanggung jawab studi astrofisikawan Elisa Quintana dari Goddard yang turut terlibat dalam penemuan planet seukuran Bumi Kepler-186f pada tahun 2014. “Tapi, kami juga menemukan semua keragaman aneh pada sistem eksoplanet, ada planet yang hanya seukuran Bulan, planet raksasa yang melampaui ukuran Jupiter, termasuk beberapa planet yang mengorbit bintang katai, bintang raksasa dan yang mengorbit beberapa bintang sekaligus.”

Memang, sebagian besar tipe planet yang berhasil ditemukan sejauh ini tidak ada di tata surya kita. Mereka diklasifikasikan di antara planet terestrial Bumi dan planet gas Uranus. Ketika sebuah planet melintas di depan bintang induk dari sudut pandang kita, maka cahaya bintang meredup karena planet menghalangi sebagian cahaya bintang. Perhitungan penurunan skala kecerahan bintang adalah teknik yang disebut metode transit dan sering diterapkan untuk mengidentifikasi eksoplanet.

model-iklim-bumi-cetak-biru-deteksi-kehidupan-di-planet-planet-jauh-informasi-astronomi
Para ilmuwan membuat “kurva cahaya” yang menunjukkan skala kecerahan bintang dari waktu ke waktu. Melalui kurva ini, para ilmuwan dapat melihat berapa persen cahaya bintang yang dihalangi planet dan berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh planet untuk melintas di depan bintang. Informasi ini menyediakan prediksi massa dan jarak planet dari bintang induk.
Kredit: Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA

Eksoplanet yang ukurannya hampir mirip Bumi secara teori berpotensi layak huni, dan hingga saat ini hanya ditemukan mengorbit bintang katai merah, populasi terbesar bintang di galaksi Bima Sakti. Mengingat katai merah lebih kecil dan lebih redup daripada Matahari, sinyal dari sistem planet di sekitarnya relatif mudah dideteksi teleskop.

Namun karena ukurannya lebih kecil, zona layak huni katai merah terletak di wilayah yang lebih dekat daripada jarak Merkurius-Matahari. Ditambah suhunya lebih dingin, planet yang mengorbit katai merah harus terpisah tidak terlalu jauh untuk mendapatkan panas yang menopang air cair di permukaan.

model-iklim-bumi-cetak-biru-deteksi-kehidupan-di-planet-planet-jauh-informasi-astronomi
Pada tahun 2014, misi Swift NASA mendeteksi serangkaian aktivitas suar sinar-X bintang DG CVn, sistem biner terdekat yang terdiri dari dua bintang katai merah.
Kredit: Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA

Di antara penemuan-penemuan terbaru, yang paling membangkitkan minat para ilmuwan adalah planet yang mengorbit katai merah, seperti eksoplanet terdekat Proxima Centauri b. Termasuk tujuh planet berbatu seukuran Bumi yang mengorbit bintang TRAPPIST-1. Apakah mereka menampung kehidupan masih menjadi perdebatan. Para ilmuwan mengetahui katai merah dapat memuntahkan radiasi berbahaya ultraviolet dan sinar-X hingga 500 kali lipat lebih kuat daripada Matahari. Radiasi dahsyat ini dapat melucuti atmosfer planet, menguapkan lautan dan menggoreng DNA kehidupan di planet mana pun yang berada terlalu dekat.

Tetapi model iklim Bumi menunjukkan kebalikannya. Eksoplanet berbatu di sekitar katai merah mungkin berpotensi layak huni meskipun diterpa radiasi berbahaya.

Keajaiban Awan

Anthony Del Genio, seorang pensiunan ilmuwan iklim planet dari Goddard Institute for Space Studies NASA di New York City, selama karirnya telah mensimulasikan iklim Bumi dan planet-planet lain, termasuk Proxima b.

Belum lama berselang, Del Genio bersama tim telah mensimulasikan kemungkinan iklim planet Proxima b untuk mengetahui potensi habitabilitas. Upaya pemodelan iklim semacam ini membantu para ilmuwan NASA mengidentifikasi sejumlah planet yang berpotensi layak huni untuk dipelajari lebih lanjut menggunakan teleskop antariksa masa depan James Webb besutan NASA.

“Meskipun studi kami tidak bisa menentukan apakah sebuah planet layak huni, kami dapat menyediakan kandidat untuk studi tindak lanjut,” kata Del Genio.

Kredit: Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA

Hanya terletak 4,2 tahun cahaya dari Matahari, Proxima b mengorbit bintang Proxima Centauri yang tergabung dalam sistem triple. Selain itu, para ilmuwan tidak memiliki banyak informasi. Mereka yakin Proxima b adalah planet terestrial (berbatu), berdasarkan perkiraan massa yang sedikit lebih besar dibandingkan Bumi. Para ilmuwan dapat menyimpulkan massa dengan mengamati seberapa kuat tarikan gravitasi planet terhadap bintang saat mengorbit, sebuah teknik yang disebut metode kecepatan radial.

Masalahnya, Proxima b mengorbit 20 kali lebih dekat daripada orbit Bumi-Matahari dan hanya membutuhkan waktu 11,2 hari untuk menyelesaikan satu kali orbit (Bumi membutuhkan waktu 365 hari untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari). Jarak yang terlalu dekat ini mungkin membuat Proxima b mengalami penguncian pasang surut, seperti Bulan yang secara gravitasi terikat oleh Bumi. Jika benar, maka satu sisi Proxima b selalu menghadapi radiasi intens bintang induk, sementara sisi lain membeku dalam kegelapan abadi, kondisi yang tidak ideal bagi kehidupan.

Tapi, simulasi yang dihasilkan Del Genio menunjukkan Proxima b, atau planet apa pun dengan karakteristik serupa, justru berpotensi layak huni. “Awan dan lautan memainkan peran fundamental,” kata Del Genio.

Del Genio bersama tim memutakhirkan model iklim Bumi yang pertama kali dikembangkan pada tahun 1970-an untuk membuat simulator planet yang diberi nama ROCKE-3D. Apakah Proxima b memiliki atmosfer adalah pertanyaan terbuka dan kritis, yang akan diselesaikan oleh teleskop masa depan. Tetapi, tim berasumsi Proxima b memiliki atmosfer.

Dengan setiap simulasi, tim memvariasikan jenis dan jumlah gas rumah kaca di udara Proxima b. Mereka juga mengubah kedalaman, ukuran, salinitas lautan dan menyesuaikan rasio daratan dengan air untuk melihat bagaimana perubahan ini memengaruhi iklim planet.

Model ROCKE-3D dimulai hanya dengan informasi dasar eksoplanet: ukuran, massa, dan jarak dari bintang induk. Para ilmuwan dapat menyimpulkan informasi dasar ini melalui observasi penurunan skala kecerahan bintang induk saat sebuah planet melintas di depannya, atau melalui pengukuran tarikan gaya gravitasi planet terhadap bintang induk saat mengorbit.

Rincian fisik yang minim ini menginformasikan persamaan yang terdiri dari sejuta baris kode komputer untuk membangun model iklim paling canggih. Kode tersebut menginstruksikan komputer seperti Discover supercomputer NASA untuk menerapkan hukum fisika guna mensimulasikan sistem iklim global. Di antara banyak faktor lain, model iklim mempertimbangkan tentang bagaimana awan dan lautan bersirkulasi dan berinteraksi dan bagaimana radiasi dari bintang induk berinteraksi dengan atmosfer dan permukaan planet.

Ketika menjalankan ROCKE-3D di Discover supercomputer, tim melihat awan hipotetis Proxima bertindak layaknya payung besar yang membelokkan radiasi dan bisa menurunkan suhu di sisi Proxima b yang menghadap bintang dari terlalu panas menjadi hangat.

Ilmuwan lain juga telah menemukan kemungkinan awan Proxima b yang begitu besar sehingga menutupi seluruh langit jika seseorang melihatnya dari permukaan.

model-iklim-bumi-cetak-biru-deteksi-kehidupan-di-planet-planet-jauh-informasi-astronomi
Kutipan kode dari model ROCKE-3D yang menghitung rincian orbit planet mana pun di sekitar bintang induk. Perhitungan telah dimodifikasi dari model original Bumi sehingga dapat diterapkan ke semua tipe planet di segala jenis orbit, termasuk planet-planet yang mengalami “penguncian pasang surut”. Kode diperlukan untuk memprediksi seberapa tinggi posisi bintang induk di langit planet setiap saat. Dengan demikian dapat dikumpulkan informasi tentang seberapa kuat planet dipanaskan, durasi siang dan malam, apakah planet memiliki musim, dan jika memang memiliki musim, berlangsung berapa lama.
Kredit: NASA’s Goddard Institute for Space Studies/Anthony Del Genio

“Jika sebuah planet mengalami penguncian pasang surut dan berputar perlahan pada porosnya, maka lingkaran awan dapat terbentuk di sisi yang selalu menghadap bintang, menurut efek Coriolis yang menyebabkan konveksi di lokasi bintang memanaskan atmosfer,” ujar ilmuwan planet Ravi Kopparapu dari Goddard yang juga memodelkan iklim eksoplanet. “Model kami menunjukkan iklim Proxima b bisa seperti ini.”

Selain menjadikan sisi siang hari Proxima lebih hangat, kombinasi atmosfer dan sirkulasi lautan akan menggerakkan udara dan air hangat di sekitar planet, sehingga memindahkan panas ke sisi malam hari yang dingin. “Jadi, simulasi tidak sekadar menjaga atmosfer di sisi malam agar tidak membeku, tetapi juga menghasilkan air cair di permukaan meskipun tidak pernah terpapar cahaya,” Del Genio menjelaskan.

Pelajari lebih lanjut tentang studi Del Genio di artikel: Proxima B, Eksoplanet Terdekat Kemungkinan Berpotensi Layak Huni

Visi Baru dari Model Lama

Atmosfer adalah lapisan molekul yang menyelimuti planet. Selain membantu mempertahankan dan mengedarkan panas, atmosfer mendistribusikan gas yang dibutuhkan kehidupan atau yang diproduksi oleh kehidupan itu sendiri.

Molekul gas ini disebut “biosignatures” dan akan terus dicari oleh para ilmuwan di atmosfer eksoplanet. Tapi, apa yang sebenarnya harus dicari masih membingungkan para ilmuwan.

Kimiawi atmosfer Bumi adalah satu-satunya bukti yang dimiliki oleh para ilmuwan yang menopang kehidupan. Namun, mereka harus berhati-hati ketika menggunakan kimiawi Bumi sebagai model untuk seluruh galaksi. Misalnya simulasi yang dijalankan oleh ilmuwan planet Giada Arney dari Goddard, menunjukkan sesuatu yang sesederhana oksigen, tanda klasik dari kehidupan tanaman dan fotosintesis di Bumi modern, dapat menghadirkan jebakan.

model-iklim-bumi-cetak-biru-deteksi-kehidupan-di-planet-planet-jauh-informasi-astronomi
Ilmuwan NASA kini memiliki gambaran global paling lengkap tentang kehidupan di Bumi. Dari sudut pandang keunikan alam semesta, tidak hanya daratan dan lautan Bumi yang diamati oleh NASA, tetapi juga organisme yang hidup di antara mereka.
Kredit: Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA

Karya Arney menyorot sesuatu yang menarik. Seandainya peradaban asing mengarahkan teleskop ke Bumi miliaran tahun lalu dengan harapan bisa menemukan planet biru yang melimpah unsur oksigen, mereka akan kecewa. Sebab, 3,8 hingga 2,5 miliar tahun yang lalu, Bumi justru melimpah dengan unsur metana, biosignature terbaik untuk ditemukan. Metana kemungkinan diproduksi oleh mikroorgnanisme yang berkembang biak di lautan.

“Yang menarik tentang fase sejarah Bumi adalah Bumi purba sangat berbeda dengan Bumi modern,” kata Arney. “Belum ada oksigen, jadi Bumi saat itu bukanlah titik biru pucat, melainkan titik oranye pucat,” katanya, merujuk ke kabut oranye yang dihasilkan kabut metana yang mungkin telah menyelubungi Bumi purba.

Temuan seperti ini, Arney menjelaskan, “telah memperluas konsep kita tentang apa yang mungkin terjadi di antara eksoplanet,” membantu memperluas daftar biosignatures yang akan dicari oleh para ilmuwan di atmosfer planet-planet jauh.

Cetak Biru Studi Atmosfer

Sementara studi model iklim planet hanya bersifat teoritis dan belum bisa diuji di dunia nyata, namun tetap menawarkan cetak biru untuk observasi masa depan.

Salah satu tujuan utama dalam mensimulasikan iklim adalah untuk mengidentifikasi planet paling menjanjikan untuk dipelajari oleh teleskop masa depan seperti James Webb, sehingga para ilmuwan dapat menggunakan masa operasional teleskop berbiaya besar secara efisien. Selain itu, simulasi iklim membantu para ilmuwan untuk membuat katalog biosignatures yang nantinya akan mereka deteksi. Memiliki basis data seperti itu dapat membantu para ilmuwan untuk menentukan dengan cepat tipe planet yang akan mereka lihat dan memutuskan apakah harus terus diteliti atau mengarahkan teleskop ke tempat lain.

Menemukan kehidupan di planet-planet jauh layaknya berjudi, pungkas Del Genio. “Jika ingin mempelajarinya, maka kita harus mengambilnya dari rekomendasi model iklim untuk meningkatkan peluang.”

Ditulis oleh: Lonnie Shekhtman, Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA, www.nasa.gov, editor: Svetlana Shekhtman


#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang