Langsung ke konten utama

Habitabilitas Planet yang Mengorbit Bintang Katai Merah Lanjut Usia

habitabilitas-planet-yang-mengorbit-bintang-katai-merah-lanjut-usia-informasi-astronomi
Kredit: Kurva Sinar-X: NASA/CXC/Universitas Colorado/K. France dkk; Ilustrasi: NASA/CXC/M. Weiss
 
Planet-planet yang mengorbit katai merah, tipe bintang yang jumlahnya paling melimpah dan berumur paling panjang, di galaksi Bima Sakti, mungkin justru kurang bersahabat terhadap kehidupan daripada yang diperkirakan sebelumnya.
 
Studi terbaru menggunakan Observatorium Sinar-X Chandra dan Teleskop Antariksa Hubble NASA, mempelajari Bintang Barnard, sebuah bintang katai merah yang telah berusia sekitar 10 miliar tahun, lebih dari dua kali usia Matahari kita. Katai merah jauh lebih dingin dan kurang masif daripada Matahari, dan diperkirakan bertahan lebih lama karena mengkonsumsi bahan bakarnya dengan sangat hemat. Terletak hanya 6 tahun cahaya dari Bumi, Bintang Barnard adalah salah satu bintang terdekat dengan kita.
 
Katai merah belia yang berusia kurang dari beberapa miliar tahun, dikenal sebagai sumber radiasi berenergi tinggi, termasuk ledakan sinar ultraviolet dan sinar-X. Namun, para astronom kurang mengetahui tentang kadar radiasi berbahaya yang dihasilkan katai merah seiring pertambahan usia mereka.
 
Observasi terbaru menyimpulkan bahwa selama sekitar 25% masa kehidupannya, Bintang Barnard melepaskan semburan berbahaya yang berpotensi merusak atmosfer planet-planet yang mengorbit. Meskipun satu-satunya planet yang diketahui mengorbit Bintang Barnard tidak memiliki suhu layak huni, studi terbaru kembali menambah bukti bahwa katai merah dapat menghadirkan tantangan serius bagi kehidupan di planet-planet yang mengorbit mereka.
 
“Katai merah adalah tipe bintang dengan jumlah terbanyak, dan ukurannya yang kecil membuatnya ideal untuk mempelajari planet-planet yang mengorbitnya. Dan para astronom ingin mengungkap prospek planet layak huni di sekitar katai merah,” jelas penanggung jawab studi Kevin France dari Universitas Colorado di Boulder. “Bintang Barnard adalah sampel terbaik untuk mempelajari lingkungan di sekitar katai merah yang telah lanjut usia.”
 
Observasi terhadap Bintang Barnard oleh Hubble pada bulan Maret 2019, mengarahkan tim untuk mengungkap dua suar bintang ultraviolet berenergi tinggi. Sementara observasi Chandra pada bulan Juni 2019 mengungkap satu suar bintang sinar-X berbahaya. Kedua observasi tersebut berlangsung sekitar tujuh jam.
 
“Jika memang sampel mewakili seberapa aktif Bintang Barnard, maka ia memompa banyak radiasi berbahaya,” tambah rekan penulis makalah ilmiah Girish Duvvuri, juga dari Universitas Colorado. “Jumlah aktivitas katai merah lanjut usia ini begitu mengejutkan.”
 
Tim kemudian mempelajari hasil studi untuk menentukan tingkat habitabilitas planet-planet terestrial yang mengorbit dari zona layak huni (zona yang berpotensi menopang keberadaan air cair di permukaan planet) katai merah seperti Bintang Barnard.
 
Setiap atmosfer yang terbentuk pada awal sejarah planet di zona layak huni, kemungkinan besar telah terkikis oleh radiasi berenergi tinggi dari bintang induk katai merah belia yang cenderung tidak stabil. Namun, sering pertambahan usia katai merah yang aktivitasnya cenderung berkurang, atmosfer planet diduga dapat terbentuk kembali. Regenerasi atmosfer planet kemungkinan disebabkan oleh gas yang dilepaskan melalui proses vulkanik atau dampak benturan dengan material padat, seperti komet dan asteroid.
 
Tetapi, serangan beruntun dari suar bintang yang berbahaya, sebagaimana dilaporkan oleh tim, dapat berlangsung berulang kali selama ratusan juta tahun sehingga mengikis regenasi atmosfer di planet terestrial zona layak huni, sekaligus memperkecil kemungkinan munculnya kehidupan.
 
Karena temuan mengejutkan aktivitas suar bintang, tim mempertimbangkan kemungkinan lain untuk kehidupan di planet yang mengorbit katai merah lanjut usia seperti Bintang Barnard. Meskipun planet di zona layak huni tradisonal katai merah tidak mampu mempertahankan atmosfernya karena aktivitas berbahaya suar bintang, para astronom dapat memperluas pencarian planet yang mengorbit dari jarak yang lebih jauh. Pada jarak orbit yang lebih jauh, kemungkinan efek rumah kaca dari gas selain karbon dioksida, seperti hidrogen, berpotensi menopang keberadaan air cair.
 
“Sulit untuk menyimpulkan kemungkinan bahwa suatu planet dalam satu sistem dapat layak huni, baik pada hari ini maupun masa depan,” kata anggota tim Allison Youngblood dari Universitas Colorado. “Penelitian kami menunjukkan satu faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam pertanyaan kompleks terkait apakah sebuah planet dapat menopang kehidupan.”
 
Lebih dari 4.000 eksoplanet (planet di luar tata surya) yang telah dikonfirmasi sejauh ini, banyak diantaranya yang diidentifikasi mengorbit katai merah. Memahami faktor yang membuat sebuah planet layak huni telah menarik perhatian para ilmuwan di bidang astrobiologi, yang mempelajari asal usul kehidupan di Bumi dan apakah kehidupan juga berkembang di tata surya dan di luar tata surya.
 
Saat ini tim sedang mempelajari radiasi berenergi tinggi yang dilepaskan oleh sejumlah katai merah untuk menentukan apakah Bintang Barnard adalah katai merah tipikal.
 
“Kemungkinan sebagian besar katai merah tidak bersahabat terhadap kehidupan,” pungkas rekan penulis makalah ilmiah Tommi Koskinen dari Universitas Arizona di Tucson. “Dalam hal ini, kesimpulannya mungkin planet yang mengorbit bintang yang lebih masif, seperti Matahari kita sendiri, justru berpotensi menjadi lokasi terbaik untuk mencari dunia layak huni menggunakan teleskop generasi berikutnya.”
 
Dengan 16% massa Matahari, Bintang Barnard diketahui diorbit oleh sebuah planet sekitar tiga kali massa Bumi (Barndard b), yang mengorbit dari jarak kira-kira setara dengan jarak Merkurius-Matahari.
 
Makalah ilmiah yang melaporkan hasil penelitian telah dipublikasikan di The Astronomical Journal dan tersedia secara online [https://arxiv.org/abs/2009.01259].
 
Ditulis oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Lee Mohon
 
Sumber: Assessing The Habitability Of Planets Around Old Red Dwarfs
 
#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang