Kosmologi
adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi
kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan
dalam skala besar.”
Para
kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi
gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal (universe) atau multisemesta (multiverse). Sementara aspek astronomi
lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi
menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri
di setiap tahapannya.
Sejarah Kosmologi dan Astronomi
Pemahaman
manusia tentang alam semesta telah berkembang secara signifikan dari waktu ke
waktu. Pada awal sejarah astronomi, Bumi dianggap sebagai pusat dari segala sesuatu, dengan planet dan bintang yang mengorbit Bumi. Pada abad ke-16, ilmuwan Nicolaus Copernicus asal Polandia menyatakan teori bahwa Bumi dan semua planet di tata surya mengorbit Matahari, yang selanjutnya memicu revolusi besar terhadap pemahaman kosmos. Pada akhir abad ke-17, Isaac Newton menghitung bagaimana gaya antar planet, khususnya gravitasi, berinteraksi.
Permulaan
abad ke-20 menghasilkan peningkatan drastis dalam pemahaman kosmos, setelah Albert Einstein mengusulkan penyatuan jalinan ruang dan waktu melalui teori Relativitas
Umum. Pada awal tahun 1900-an, para ilmuwan masih berdebat apakah Bima Sakti mengandung
seluruh alam semesta, atau apakah hanya salah satu galaksi yang memiliki
banyak koleksi bintang. Astronom Edwin Hubble menghitung jarak objek-objek redup di
langit dan menyimpulkan mereka terletak di luar Bima Sakti, sekaligus membuktikan galaksi kita hanyalah bagian kecil dari alam semesta yang sangat luas. Menggunakan Relativitas Umum sebagai kerangka kerja, Hubble
mengukur galaksi-galaksi lain dan menentukan mereka melaju menjauhi kita dengan cepat, menuntunnya untuk menyimpulkan alam semesta tidak
statis, tetapi meluas.
Dalam
beberapa dekade terakhir, kosmolog Stephen Hawking mengajukan gagasan tentang alam semesta tanpa batas, tetapi memiliki ukuran pasti. Namun, Hawking tidak memberikan batasan pasti. Hal ini mirip dengan Bumi, meskipun ukuran planet kita terbatas, seseorang yang menjelajahi Bumi tak akan pernah bisa menemukan ujung Bumi dan hanya akan terus mengelilingi bulatan Bumi. Hawking juga mengajukan gagasan eksistensi alam semesta tidak akan berlanjut selamanya dan suatu saat akan berakhir.
Misi dan Instrumen Kosmologi
Diluncurkan
pada bulan November 1989, Cosmic
Background Explorer (COBE) NASA melakukan pengukuran radiasi termal secara
teliti di seluruh langit. Misi COBE beroperasi hingga tahun 1993.
Meskipun Teleskop Antariksa Hubble NASA lebih dikenal sebagai instrumen penghasil gambar kosmik menakjubkan, misi sejati Hubble adalah di bidang kosmologi. Setelah mengukur jarak bintang variabel Cepheid dalam presisi tinggi, bintang yang rasio denyut dan kecerahan terdefinisi dengan baik, Hubble
membantu menyempurnakan pengukuran ekspansi alam semesta.
Sejak diluncurkan, para astronom terus memanfaatkan Hubble untuk melakukan pengukuran kosmologi dan menyempurnakan data yang sudah ada.
Berkat Hubble, “Jika semua metode yang menjelaskan selisih perbedaan antara energi gelap dan konstanta kosmologi dimasukkan ke dalam sebuah kotak, volume kotak sekarang telah menyusut menjadi tiga kali lebih kecil,” kata kosmolog Adam
Riess dari Space Telescope Sains Institute (STScI) dalam sebuah pernyataan. “Meskipun Hubble menghasilkan lompatan besar, tapi jalan kita masih panjang untuk menentukan sifat energi gelap.”
Wilkinson
Microwave Anisotropy Probe (WMAP) adalah pesawat antariksa besutan NASA yang
beroperasi dari tahun 2001 hingga 2010. WMAP memetakan fluktuasi lemah latar belakang gelombang mikro kosmik, cahaya purba dari alam semesta awal, dan menghitung atom materi normal yang ternyata hanya menyumbang 4,6% komposisi alam semesta, sedangkan materi gelap yang tak kasat mata justru mencapai 24%.
“Keraguan-raguan terhadap eksistensi energi gelap dan komposisi alam semesta
telah larut saat satelit WMAP mengambil gambar paling detail dari latar
belakang gelombang mikro kosmik,” ungkap kosmolog Charles Seife di jurnal
Science.
Misi Planck yang digelar ESA (Badan Antariksa Eropa) berlangsung dari tahun 2009
hingga 2013, melanjutkan studi latar belakang gelombang mikro
kosmik.
Saat ini ESA tengah mempersiapkan misi Euclid, yang diharapkan segera beroperasi pada akhir
dekade. Euclid akan mempelajari materi gelap dan energi gelap dalam presisi yang lebih tinggi, menelusuri distribusi dan evolusinya ke seluruh kosmos.
“Di
jantung misi hanyalah satu dari satu miliar pertanyaan bidang fisika,” jelas David
Parker dari ESA dalam sebuah pernyataan.
Pertanyaan Umum dalam Kosmologi
Apa
yang terjadi sebelum Big Bang?
Karena
sifat alam semesta yang tertutup dan terbatas, kita tidak bisa melihat “di
luar” alam semesta itu sendiri. Ruang dan waktu dimulai oleh Big Bang.
Meskipun ada sejumlah spekulasi tentang eksistensi alam semesta lain, tidak ada
cara praktis untuk mengamati mereka, oleh karena itu tidak akan pernah ada
cara untuk membuktikannya.
Di mana Big Bang terjadi?
Big
Bang tidak terjadi pada satu titik, justru merupakan tampilan jalinan ruang
dan waktu di seluruh alam semesta sekaligus.
Jika
galaksi-galaksi lain tampak menjauh dari kita dengan cepat, bukankah hal itu
menempatkan kita di pusat alam semesta?
Tidak,
karena jika kita melakukan perjalanan ke sebuah galaksi jauh, tampaknya
semua galaksi yang ada di sekitarnya juga menjauh dengan cepat. Alam semesta bagaikan balon raksasa. Jika kita menandai beberapa titik di permukaan balon dan meniupnya, maka setiap titik akan saling bergerak
menjauh, meskipun tidak ada yang berada di pusat permukaan balon. Ekspansi alam semesta berlaku dengan cara yang sama.
Berapa
usia alam semesta?
Menurut
data yang dirilis oleh tim misi Planck pada tahun 2013, alam semesta berusia 13,8
miliar tahun, plus minus seratus juta tahun atau lebih. Planck menentukan
usia kosmos setelah memetakan fluktuasi suhu latar belakang gelombang
mikro kosmik. “Pola yang tercetak di langit menyediakan informasi tentang apa
yang sebenarnya terjadi pada skala terkecil sesaat setelah alam semesta dilahirkan,” ujar Charles Lawrence, ilmuwan proyek Planck dari Amerika Serikat dalam
sebuah pernyataan.
Apakah alam semesta akan berakhir? Jika ya, bagaimana caranya?
Berakhir
atau tidaknya alam semesta tergantung pada kerapatan, atau distribusi materi di dalam alam semesta itu sendiri. Para ilmuwan telah
menghitung “ambang batas kerapatan” alam semesta. Jika kerapatan materi melampaui ambang batas, ekspansi alam semesta akan melambat
dan akhirnya gaya gravitasi memperlambat ekspansi sehingga volume alam semesta menyusut dan runtuh. Namun, jika kerapatan materi
lebih kecil dari ambang batas, alam semesta akan terus meluas untuk selamanya.
Mana
yang lebih dulu, galaksi atau bintang?
Pasca Big Bang, komposisi sebagian besar alam semesta tersusun dari hidrogen, dengan hanya sedikit helium. Gravitasi menyebabkan hidrogen runtuh dan membentuk
struktur gumpalan kosmik. Namun para astronom tidak yakin apakah hidrogen terlebih dulu menggumpal dan membentuk bintang-bintang yang selanjutnya menyusun struktur galaksi, atau memang sejak awal telah ada gumpalan massa seukuran galaksi yang selanjutnya membentuk bintang-bintang.
Konstanta
Kosmologis
Digagas pertama kali oleh fisikawan terkemuka Albert Einstein pada
tahun 1917, konstanta kosmologis yang biasanya dilambangkan dengan huruf Yunani
“lambda” (Λ), merupakan perbaikan matematis untuk teori Relativitas Umum. Dalam
bentuknya yang paling sederhana, Relativitas Umum memprediksi alam semesta yang
seharusnya mengembang atau menyusut. Karena menganggap alam semesta itu statis,
Einstein menambahkan ketentuan baru ini untuk mengimbangi ekspansi alam
semesta.
Pakar matematika Rusia Alexander Friedmann kemudian menyadari bahwa upaya
Einstein untuk menghentikan ekspansi alam semesta menggunakan konstata
kosmologis adalah perbaikan matematis yang tidak stabil, layaknya
menyeimbangkan pensil pada ujungnya. Friedmann lalu menggagas model alam
semesta mengembang yang kini disebut sebagai teori Big Bang.
Ketika astronom Amerika Edwin Hubble mengungkap fakta tentang ekspansi alam
semesta melalui studi galaksi-galaksi terdekat, Einstein menyesal telah
memodifikasi teorinya yang elegan dan memandang ketentuan konstanta kosmologis
sebagai “kesalahan terbesar” dalam karirnya.
Namun, banyak kosmolog yang menyarankan agar ketentuan konstanta kosmologis
dihidupkan kembali atas dasar teoretis. Teori medan modern mengaitkan ketentuan
ini dengan kerapatan energi pada ruang hampa. Dibutuhkan fisika baru agar
kerapatan energi pada ruang hampa dapat dibandingkan dengan wujud materi lain
di alam semesta, yaitu penambahan ketentuan konstanta kosmologis yang memiliki
implikasi mendalam bagi fisika partikel dan pemahaman kita tentang gaya
fundamental alam.
Daya tarik utama dari ketentuan konstanta kosmologis adalah secara signifikan
meningkatkan kesesuaian antara teori dan observasi. Contoh paling spektakuler
dari hal ini adalah upaya sains terbaru untuk mengukur perubahan ekspansi alam
semesta dalam beberapa miliar tahun terakhir. Secara umum, tarikan gravitasi
dari materi di alam semesta telah memperlambat ekspansi setelah Big Bang. Para
astronom modern kini lebih mudah mengamati fenomena langka bintang sangat
terang yang disebut supernova untuk mengukur perlambatan ekspansi secara
universal selama beberapa miliar tahun terakhir.
Yang mengejutkan, hasil pengamatan supernova justru mengungkap peningkatan laju
ekspansi secara universal, sekaligus meningkatkan kemungkinan bahwa alam
semesta mengandung wujud materi atau energi aneh yang pada dasarnya menolak
gravitasi. Konstanta kosmologis adalah contoh dari jenis energi ini. Jadi masih
banyak misteri yang harus dijelaskan.
Terdapat beberapa observasi lain yang mengindikasikan pentingnya konstanta
kosmologis. Misalnya, jika hari ini konstanta kosmologis terdiri dari sebagian
besar kerapatan energi alam semesta, maka ekstrapolasi usia alam semesta akan
jauh lebih tua daripada tanpa konstanta kosmologis, sekaligus membantu untuk
menghindari ekstrapolasi usia alam semesta yang lebih muda daripada usia
beberapa bintang tertua yang kita amati!
Jika ditambahkan ke model standar teori Big Bang, ketentuan konstanta
kosmologis berpotensi mengarah ke model yang cenderung konsisten dengan
pengamatan distribusi galaksi dan gugus galaksi dalam skala besar, dengan
pengukuran WMAP tentang fluktuasi latar belakang gelombang mikro kosmik, dan
dengan sifat-sifat gugus yang diamati dalam spektrum sinar-X.
WMAP dan Konstanta Kosmologis
Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP) adalah sebuah
misi Explorer NASA yang diluncurkan pada bulan Juni 2001 untuk
melakukan pengukuran dasar kosmologi (studi tentang sifat alam semesta secara
keseluruhan). Misi WMAP dianggap sangat berhasil dan telah menghasilkan Model
Standar Kosmologi baru.
Dengan mengkarakterisasi struktur fluktuasi latar belakang gelombang mikro
kosmik secara mendetail, WMAP mampu menentukan parameter dasar kosmologis
dengan akurat, termasuk konstanta kosmologis, hingga 1% lebih baik (per tahun
2013).
Kosmologi Big
Bang
Model Big Bang adalah teori yang diterima secara luas sebagai asal
usul dan evolusi alam semesta kita. Model Big Bang mendalilkan bahwa 12-14
miliar tahun yang lalu, alam semesta yang hari ini kita amati, semula hanya
berukuran beberapa milimeter dan telah berkembang dari keadaan yang begitu
padat dan panas menjadi alam semesta berukuran sangat luas dan jauh lebih
dingin yang sekarang kita huni.
Kita dapat mengamati sisa-sisa dari materi yang padat dan panas itu dalam wujud
radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik, yang sekarang sangat dingin dan
masih menyelimuti alam semesta, serta dapat dideteksi oleh detektor gelombang
mikro sebagai pendar yang seragam di seluruh langit.
Model Big Bang bertumpu pada dua pilar teoretis, yaitu Relativitas Umum dan
Prinsip Kosmologis.
Relativitas Umum
Albert Einstein saat sedang menulis di sebuah papan tulis.
Gagasan utama pertama model Big Bang berasal dari Teori Relativitas Umum yang
dicetuskan oleh Albert Einstein sebagai teori gravitasi baru pada tahun 1916.
Relativitas Umum menggeneralisasi teori original gravitasi Isaac Newton, yang
seharusnya berlaku untuk objek yang diam dan bergerak.
Gravitasi Newton hanya berlaku untuk objek yang diam atau objek yang bergerak
sangat lambat dibandingkan dengan kecepatan cahaya. Konsep utama Relativitas
Umum adalah gravitasi tidak lagi digambarkan oleh “medan” gravitasi, melainkan
dianggap sebagai distorsi pada ruang dan waktu itu sendiri. Fisikawan John
Wheeler mendefinisikannya dengan sangat baik, “Materi memberi tahu ruang
bagaimana seharusnya ia melengkung, dan ruang memberi tahu materi bagaimana
seharusnya ia bergerak.”
Awalnya, Relativitas Umum mampu menjelaskan keanehan dalam orbit Merkurius dan
pembelokan cahaya oleh Matahari yang tidak dapat dijelaskan dalam teori
gravitasi Isaac Newton. Dalam beberapa tahun terakhir, teori ini telah melewati
serangkaian tes yang sangat ketat.
Prinsip Kosmologis
Survei Galaksi APM
Setelah pengenalan Relativitas Umum, sejumlah ilmuwan termasuk Einstein,
mencoba menerapkan dinamika gravitasi baru ke alam semesta secara keseluruhan.
Saat ini dibutuhkan sebuah asumsi tentang bagaimana materi di alam semesta
didistribusikan. Jika kita melakukan pengamatan dalam visi yang terbatas, maka
alam semesta akan terlihat kurang lebih sama di segala arah.
Berarti materi di alam semesta cenderung homogen dan isotropik pada skala yang
sangat besar. Inilah yang disebut Prinsip Kosmologis. Asumsi tentang distribusi
materi di alam semesta sedang diuji secara terus menerus, karena kita benar-benar
mengamati distribusi galaksi pada skala yang lebih besar secara seragam. Citra
survei galaksi oleh APM pada gambar di atas, menunjukkan betapa seragamnya
distribusi galaksi yang diukur pada sebuah petak langit.
Selain itu, radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik yang merupakan
sisa-sisa panas dari Big Bang memiliki suhu yang sangat seragam di seluruh
langit. Fakta ini sangat mendukung gagasan bahwa gas yang memancarkan radiasi
latar belakang gelombang mikro kosmik sejak dulu, terdistribusi dengan sangat
seragam.
Fondasi Kosmologi Big Bang
Model kosmologi Big Bang bertumpu pada dua gagasan utama yang berasal dari
awal abad ke-20, yaitu Relativitas Umum dan Prinsip Kosmologis. Dengan
mengasumsikan bahwa materi di alam semesta terdistribusi secara merata pada
skala terbesar, seseorang dapat menggunakan Relativitas Umum untuk menghitung
efek gravitasi dari materi tersebut. Karena dalam Relativitas Umum gravitasi
merupakan properti ruang dan waktu, maka hal itu berarti setara dengan
menghitung dinamika ruang dan waktu itu sendiri.
Mengingat asumsi bahwa materi di alam semesta yang cenderung homogen dan
isotropik --disebut Prinsip Kosmologis-- dapat ditunjukkan melalui distorsi
ruang dan waktu (karena efek gravitasi dari materi), hanya dapat memiliki satu
dari tiga bentuk, sebagaimana ditampilkan pada ilustrasi di atas.
Bentuknya bisa “positif” atau melengkung seperti permukaan sebuah bola dengan
luas yang terbatas; bisa “negatif” atau melengkung seperti sebuah pelana dengan
luas tak terbatas; bisa “datar” dengan luas tak terbatas. Bentuk “datar” alam
semesta adalah konsepsi general dari ruang.
Batasan utama dalam ilustrasi di atas adalah kita hanya dapat menggambarkan
kelengkungan bidang 2 dimensi dari ruang 3 dimensi yang sebenarnya! Jika menempuh
perjalanan ke satu arah di alam semesta yang tertutup, pada akhirnya kita akan
kembali ke titik awal di mana kita memulai perjalanan. Sedangkan di alam
semesta yang tak terbatas, kita tidak akan pernah kembali ke titik awal.
Sebelum membahas bentuk tulen alam semesta dari ketiga ilustrasi tersebut, kita
harus membuat beberapa batasannya terlebih dahulu:
- Karena batasan usia alam semesta, sekitar 13,77 miliar tahun, kita hanya dapat melihat jarak di luar angkasa pada batasan itu, sekitar 13,77 miliar tahun cahaya. Batasan itu disebut horizon oleh para ilmuwan. Model Big Bang tidak mencoba untuk secara signifikan menggambarkan wilayah ruang di luar horizon kita, karena ruang dan waktu bisa berlaku sangat berbeda di luar sana.
- Ada kemungkinan topologi global alam semesta justru lebih rumit dibandingkan apa yang digambarkan dalam ilustrasi, meskipun secara lokal kelengkungannya cenderung serupa, misalnya berbentuk torus (menyerupai donat).
Materi memainkan peran sentral dalam kosmologi. Secara unik, kerapatan
rata-rata materi turut menentukan geometri alam semesta, meskipun hanya dalam
tiga batasan yang telah disebutkan di atas. Jika kerapatan materi kurang dari
apa yang disebut ambang batas kerapatan, maka geometri alam semesta adalah
terbuka dan tanpa batas. Jika lebih besar dari ambang batas kerapatan, maka
geometri alam semesta adalah tertutup dan memiliki batas. Jika sama dengan
ambang batas kerapatan, maka geometeri alam semesta adalah datar dan mungkin
tanpa batas.
Faktanya, nilai ambang batas kerapatan itu sangat kecil, hanya setara dengan
sekitar 6 atom hidrogen. Dan salah satu pertanyaan ilmiah kunci dalam kosmologi
saat ini adalah: berapa kerapatan rata-rata materi di alam semesta kita?
Sementara jawabannya belum diketahui secara pasti, para ilmuwan menduga
kerapatan rata-rata materi hampir sama dengan ambang batas kerapatan.
Mengingat hukum gravitasi dan asumsi tentang bagaimana materi didistribusikan,
langkah berikutnya adalah mengungkap dinamika alam semesta, yaitu bagaimana
ruang dan materi di dalamnya berkembang seiring waktu. Rinciannya tergantung
pada beberapa informasi lebih lanjut tentang materi di alam semesta, meliputi
kerapatan (massa per satuan volume) dan tekanan (gaya per satuan luas). Tetapi secara
umum, gambaran yang muncul adalah alam semesta bermula dari volume yang sangat
kecil, sebuah fenomena kosmik yang kemudian disebut Big Bang dengan laju
ekspansi awal.
Sebagian besar laju ekspansi itu telah melambat karena tarikan
gravitasi dari materi itu sendiri. Satu pertanyaan kunci untuk menentukan
takdir pamungkas alam semesta adalah apakah tarikan gravitasi cukup kuat untuk
akhirnya membalikkan ekspansi dan menyebabkan alam semesta kembali runtuh
dengan sendirinya. Namun, observasi terbaru justru menemukan laju ekspansi alam
semesta yang cenderung meningkat, sekaligus memperkuat kemungkinan bahwa saat
ini evolusi alam semesta didominasi oleh wujud materi aneh yang memiliki
tekanan negatif.
Gambar di atas menunjukkan sejumlah skenario untuk ukuran relatif alam
semesta seiring waktu sebagai berikut:
- Kurva bawah (hijau) mewakili alam semesta dengan ambang batas kerapatan yang laju ekspansinya semakin melambat (kurva menjadi semakin horizontal).
- Kurva tengah (biru) mewakili alam semesta terbuka dengan ambang batas kerapatan rendah yang laju ekspansinya juga semakin melambat, tetapi tidak sekuat yang pertama karena tarikan gravitasi tidak begitu kuat.
- Kurva atas (merah) mewakili alam semesta yang sebagian besar massa/energinya mungkin berada di struktur ruang itu sendiri karena eksistensi “energi gelap” yang meningkatkan laju ekspansi alam semesta. Energi gelap sering disebut sebagai “Konstanta Kosmologis”, meskipun saat ini energi gelap mengacu pada energi yang mendorong wilayah-wilayah di alam semesta untuk saling terpisah. Dari situlah Einstein menemukan istilah untuk menyeimbangkan alam semesta yang berukuran statis dalam persamaannya. Dan semakin banyak ditemukan bukti bahwa alam semesta kita cenderung mengikuti kurva merah.
Adapun poin-poin berikut dianggap sangat penting untuk menghindari
kesalahpahaman tentang Big Bang dan ekspansi alam semesta:
- Big Bang tidak terjadi pada satu titik di ruang angkasa sebagai sebuah ledakan. Lebih baik menganggap Big Bang sebagai penampakan simultan ruang di seluruh alam semesta. Wilayah ruang yang berada dalam horizon kita saat ini memang tidak lebih besar dari sebuah titik pada masa lalu.
- Bagaimanapun juga, jika saat ini seluruh ruang, baik di dalam maupun di luar horizon kita tidak terbatas, berarti sejak awal alam semesta lahir tanpa batas. Jika tertutup dan terbatas, maka alam semesta lahir dari volume nol dan tumbuh dari situ. Dalam kedua kasus tersebut tidak ada “pusat ekspansi” atau titik dari mana alam semesta mengembang dari titik asal. Dalam analogi bola, jari-jari bola membesar saat alam semesta mengembang, tetapi semua titik di permukaan bola (alam semesta) saling menjauh dengan cara yang sama. Wilayah di dalam bola tidak boleh dianggap sebagai bagian dari alam semesta dalam analogi ini.
- Menurut definisi, alam semesta mencakup seluruh ruang dan waktu yang kita ketahui, sehingga berada di luar model Big Bang jika kita ingin mendalilkan ke mana alam semesta mengembang. Baik di alam semesta terbuka atau tertutup, satu-satunya “tepi” dari ruang dan waktu terjadi pada Big Bang (atau Big Crunch yang menjadi kebalikannya), jadi secara logis dianggap tidak perlu untuk mempertimbangkan pertanyaan semacam ini.
Pertanyaan tentang apa pemicu Big Bang berada di luar ranah Model Big Bang.
Meskipun ada sejumlah teori spekulatif tentang topik ini, tetapi belum pernah
ada satu pun prediksi yang dapat diuji secara realistis.
Sejauh ini, satu-satunya asumsi tentang alam semesta adalah bahwa materinya
didistribusikan secara homogen dan isotropik dalam skala besar. Meskipun
terdapat sejumlah parameter yang mengikuti Model Big Bang, mereka tetap harus
ditetapkan melalui observasi alam semesta kita. Parameter yang dianggap paling
penting adalah geometri alam semesta (terbuka, datar atau tertutup); laju
ekspansi alam semesta saat ini (Konstanta Hubble); dan laju ekspansi
alam semesta secara keseluruhan, baik di masa lalu dan masa depan, yang
ditentukan oleh kerapatan fraksional dari berbagai jenis materi di alam
semesta. Perlu dicatat bahwa usia alam semesta juga mengikuti alur sejarah
ekspansi dan laju ekspansi saat ini.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, geometri dan evolusi alam semesta
ditentukan oleh kontribusi fraksional dari berbagai jenis materi. Karena
kerapatan energi dan tekanan sama-sama berkontribusi pada kekuatan gravitasi
dalam Relativitas Umum, para kosmolog mengklasifikasikan jenis materi
berdasarkan “persamaan keadaan” atau hubungan antara tekanan dan kerapatan
energi, dengan skema klasifikasi dasar sebagai berikut:
- Radiasi: terdiri dari partikel tak bermassa atau hampir tak bermassa yang melaju secepat cahaya. Contoh yang diketahui termasuk foton (cahaya) dan neutrino. Wujud materi ini ditandai dengan memiliki tekanan positif yang besar.
- Materi barionik: Dalam konteks kosmologi Big Bang, barionik adalah “materi normal” yang terutama terdiri dari proton, neutron, dan elektron. Pada dasarnya, wujud materi barionik tidak memiliki tekanan yang signifikan secara kosmologis.
- Materi gelap: Secara umum mengacu pada materi “eksotis” non-barionik yang hanya berinterakasi secara lemah dengan materi normal. Meskipun interaksi semacam itu tidak pernah diamati secara langsung di laboratorium, keberadaannya telah lama dicurigai karena beberapa alasan terkait komposisi alam semesta. Wujud materi gelap juga tidak memiliki tekanan yang signifikan secara kosmologis.
- Energi gelap: Wujud materi yang benar-benar aneh, atau mungkin merupakan sifat dari ruang hampa itu sendiri. Karakteristik energi gelap adalah tekanan negatif yang sangat kuat (gaya tolak). Energi gelap dianggap sebagai satu-satunya wujud materi yang bertanggung jawab atas akselerasi laju ekspansi alam semesta.
Saat ini, salah satu tantangan utama dalam kosmologi adalah menentukan
kerapatan relatif dan kerapatan total (energi per satuan volume) pada keempat
materi tersebut, karena akan mengarahkan kita untuk memahami evolusi dan takdir
pamungkas alam semesta.
Menguji Kosmologi Big Bang
Model Big Bang ditopang oleh sejumlah pengamatan penting, yang masing-masing
dijelaskan secara lebih rinci pada artikel terpisah:
Observasi astronom Edwin Hubble pada tahun 1929 yang mengungkap bahwa
galaksi-galaksi menjauh dari kita, memberikan petunjuk pertama tentang
kemungkinan keabsahan teori Big Bang.
Teori Big Bang memprediksi bahwa elemen-elemen ringan H, He dan Li seharusnya
telah menyatu dari proton dan neutron dalam beberapa menit pertama setelah Big
Bang.
Teori Big Bang memprediksi bahwa alam semesta awal seharusnya sangat panas.
Radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik adalah sisa-sisa panas yang
ditinggalkan Big Bang.
Ketiga tanda yang dapat diukur itu sangat sejalan dengan gagasan bahwa alam
semesta berevolusi dari gas panas padat yang nyaris tak berbentuk, sebagaimana
diprediksi dalam model Big Bang.
Ditulis
oleh: Nola Taylor Redd, kontributor www.space.com dan Staf wmap.gsfc.nasa.gov
Sumber:
Artikel terkait: Apa itu Astronomi? Definisi dan Sejarah
infonya lengkap sekali keren
BalasHapusAXIS
Tks komennya gan.
BalasHapusSangat luas alam semesta itu, membuat kita smakin menunduk akan kebesaranNya
BalasHapusYa, alam semesta sangat luas, bahkan alam semesta tak teramati mencapai radius 46 miliar tahun cahaya. terima kasih atas komentarnya gan
BalasHapusMaaf,, boleh tanya ini referensi dari manaya??
BalasHapusDiolah dari situs space.com gan, klik aja link What Is Cosmology? Definition & History untuk langsung ke TKP. Tks
BalasHapusSekian lama saya mencari info seperti ini dan akhir nya ketemu di sini
BalasHapusTerimakasih informasinya
Sama-sama dan terima kasih
HapusApakah bumi bisa runtuh juga? Apakah yang terjadi pada bumi jika tumbuh2an dan bangunan penduduk lokal hancur?
BalasHapusYa, sayangnya para ilmuwan memprediksi seperti itu gan. Sekitar 5 miliar tahun lagi, Matahari akan menjalani tahap evolusi raksasa merah, Ukurannya begitu membengak dan menelan Merkurius dan Venus, bahkan mungkin Bumi. Meskipun masih diperdebatkan apakah Bumi turut menjadi korban, bagaimanapun juga, kehidupan yang kita kenal di Bumi akan lenyap.
BalasHapusKabar baiknya, mungkin umat manusia saat itu telah menguasai teknologi untuk mengkoloni tata surya atau planet di luar tata surya.
Sangat membuka wawasan
BalasHapusTerima kasih gan
HapusDaftar pusakanya dari mana ya
BalasHapusLangsung saja ke link sumbernya gan, what is cosmology? Definition and history. Tks
BalasHapusTidak pernah mengerti teori di balik mengapa materi gelap dan energi gelap ada. Apakah ini ada hubungannya dengan Semesta bukan saja mengembang dengan laju konstan, melainkan juga ekspansi itu bertambah cepat karena adanya energi gelap.
BalasHapusPara astronom menggagas materi gelap setelah menyadari bahwa seluruh massa galaksi tidak mungkin menghasilkan gaya gravitasi yang mempertahankan struktur galaksi itu sendiri. Materi gelap adalah materi kasat mata yang dianggap sebagai perancah galaksi. Sedangkan energi gelap adalah gaya misterius yang dianggap bertanggung jawab atas ekspansi akselerasi alam semesta.
HapusDisebut gelap, karena memang materi gelap dan energi gelap adalah misteri alam semesta yang belum terungkap.