Kredit: Gambar Hubble: NASA dan H. Richer (University of British Columbia). Gambar berbasis darat: NOAO/AURA/NSF |
Mendorong batas kemampuan penglihatannya, Teleskop Antariksa Hubble NASA telah menemukan bintang-bintang tua yang telah
menghabiskan bahan bakarnya untuk aktivitas fusi nuklir di galaksi Bima Sakti kita. Dianggap sebagai “jam
kosmik”, bintang redup yang sudah sangat lanjut usia ini memberikan panduan
independen tentang usia alam semesta tanpa harus bergantung pada pengukuran
ekspansi kosmos.
Bintang katai putih purba yang diamati Hubble, berusia antara 12-13 miliar tahun. Karena observasi Hubble sebelumnya telah mengungkap bintang-bintang generasi pertama yang terbentuk kurang dari 1 miliar tahun setelah Big Bang --yang melahirkan kosmos-- menemukan bintang-bintang tertua memungkinkan para astronom untuk menghitung
usia sejati alam semesta.
Berdasarkan ekspansi ruang, para astronom menetapkan usia alam semesta dalam kisaran angka 13-14 miliar tahun. Tanggal kelahiran alam semesta adalah nilai yang paling fundamental, sehingga para astronom sejak dulu mencari teknik penentuan usia jagad
raya lainnya sebagai konfirmasi ulang.
“Observasi ‘jalan pintas’ ini telah mencapai
tahap pertanyaan usia dan menawarkan cara yang sepenuhnya independen untuk
menjabarkan nilai fundamental tersebut,” ungkap Harvey Richer dari University of British Columbia di Kanada.
Bersama para kolega, Richer menggunakan Hubble untuk memburu bintang-bintang purba yang bersembunyi di dalam gugus bintang globular yang terletak sekitar 5.600 tahun cahaya dari Bumi di rasi Scorpius.
Makalah ilmiah yang melaporkan hasil penelitian telah dipublikasikan di Astrophysical Journal Letters.
Secara konseptual, teknik baru untuk
menentukan usia kosmos sama seperti memperkirakan berapa
lama api unggun terbakar dengan mengukur suhu bara api. Bagi Hubble, “bara”
adalah bintang katai putih, sisa-sisa (inti) bintang yang terbentuk paling
awal di galaksi kita.
Bola “abu” panas dan padat yang ditinggalkan
oleh ‘tungku nuklir’ bintang yang telah lama mati atau katai putih, mendingin
dengan tingkat yang dapat diprediksi. Semakin tua, katai putih akan semakin dingin, menjadikannya “jam kosmik” yang telah berdetak
hampir selama eksistensi alam semesta.
Pendekatan ini diakui lebih andal daripada
penentuan tanggal lahir kosmos menggunakan bintang-bintang yang masih terbakar oleh
fusi nuklir dan bergantung pada model dan perhitungan rumit tentang bagaimana
sebuah bintang membakar bahan bakar fusi nuklir beserta usianya. Bintang katai putih
lebih mudah dimanfaatkan untuk model penentuan usia, triknya terletak pada
penemuan “jam kosmik” paling redup karena mengindikasikan usia yang paling
tua.
Saat mendingin, bintang katai putih semakin redup, sehingga Hubble harus mengambil banyak gambar gugus globular purba Messier 4. Total durasi waktu yang dibutuhkan hampir mencapai 8 hari dari 67 hari pengamatan untuk mengungkap katai
putih yang paling redup. Akhirnya katai putih paling dingin
--dan paling tua-- terlihat.
Dengan magnitudo 30, mereka begitu redup untuk bisa dicitrakan menggunakan kamera original Hubble. Skala kecerahan mereka sekitar satu miliar lebih
redup daripada bintang paling redup yang bisa diamati dengan mata telanjang.
Gugus bintang globular adalah penghuni pertama Bima
Sakti, yang membangun pusat galaksi miliaran tahun
sebelum kemunculan cakram pinwheel Bima
Sakti (sebagaimana dikonfirmasi lebih lanjut oleh pengamatan Richer). Saat ini
ada 150 gugus bintang globular yang menetap di Bima Sakti. Gugus bintang globular Messier 4
dipilih karena paling dekat dengan Bumi, sehingga katai putih di sana lebih mudah diatasi oleh Hubble.
Pada tahun 1928, Edwin Hubble adalah astronom pertama yang memahami alam
semesta mengembang secara seragam. Berarti alam semesta memiliki batas
usia yang dapat diperkirakan secara matematis dengan membalik ekspansinya.
Estimasi pertama usia kosmos oleh Edwin Hubble jatuh ke angka 2 miliar tahun. Ketidakpastian tentang laju ekspansi memicu perdebatan sengit pada akhir tahun 1970-an,
dengan perkiraan berkisar antara 8-18 miliar tahun. Perkiraan
usia bintang “deret utama” normal tertua tidak konsisten dengan perkiraan terendah
usia kosmos, mengingat bintang tidak bisa lebih tua dari alam semesta itu
sendiri.
Pada tahun 1997, para astronom memanfaatkan Teleskop Antariksa Hubble untuk memecahkan kebuntuan dengan mengumumkan usia akurat kosmos yang dihitung dari pengukuran laju ekspansi. Penentuan usia tersebut segera
memperumit keadaan setelah tim astronom lain menemukan akselerasi laju ekspansi karena gaya tolak misterius yang
disebut “energi gelap”.
Ketika faktor energi gelap dimasukkan ke penentuan sejarah ekspansi kosmos, para astronom tiba pada usia 13-14
miliar tahun. Usia yang saat ini diverifikasi secara independen oleh usia “jam
kosmik” bintang katai putih yang diukur Hubble.
Gugus bintang globular Messier 4. Kredit: ESA/Hubble & NASA |
Tambahan Informasi: Apa Itu Gugus Bintang Globular?
Gugus bintang globular adalah salah satu ikatan benda langit tertua di galaksi kita. Keindahan mereka bisa diamati dengan mudah menggunakan teleskop amatir yang mampu mengatasi kilau kerumunan bintang yang
tergantung di langit malam layaknya ornamen Natal. Sekitar 150 gugus bintang
globular telah ditemukan menetap di galaksi Bima Sakti kita. Setiap gugus bisa mengandung ratusan
ribu hingga satu juta bintang yang menempati volume ruang relatif sempit sekitar 10-30 tahun cahaya.
Pada tahun 1918, Harlow Shapley menyadari eksistensi dan struktur gugus bintang globular. Dengan mempelajari distribusi gugus dan mengukur jarak mereka, Shapley dapat menyimpulkan
lokasi pusat Bima Sakti dan jarak Matahari dari pusat galaksi. Pada tahun 1930-an, astronom Edwin Hubble
menemukan gugus bintang globular di galaksi tetangga Andromeda. Sejak saat, itu gugus
bintang globular telah ditemukan mengelilingi galaksi-galaksi lain.
Gugus bintang globular menempati wilayah “galactic halo”
yang mengelilingi cakram galaksi kita. Gugus mengorbit pusat
galaksi dan membutuhkan waktu jutaan tahun untuk menyelesaikan lintasan orbit yang
sangat elips dengan orientasi acak. Sebagian besar gugus bintang globular mengembara
sejauh 90.000-120.000 tahun cahaya dari pusat galaksi, beberapa di
antaranya bahkan terpisah hingga 300.000 tahun cahaya dari pusat galaksi.
Pergerakan mereka dipengaruhi
oleh gaya gravitasi dari seluruh struktur galaksi, memungkinkan para
astronom untuk menghitung total massa Bima Sakti. Beberapa perhitungan terbaru menghasilkan angka 500 miliar massa Matahari untuk total massa Bima Sakti. Hasil perhitungan terlalu tinggi jika massa Bima Sakti hanya berasal dari bintang, nebula dan materi yang kasat mata, mengindikasikan ada sejumlah besar materi gelap tak kasat mata yang misterius di Bima Sakti.
Dibandingkan dengan Matahari dan
bintang-bintang lain di cakram galaksi, gugus bintang globular tampaknya kekurangan unsur-unsur berat, sekaligus menunjukkan status mereka sebagai benda langit purba yang hanya terbuat dari gas murni yang terkondensasi untuk membentuk
struktur galaksi sejak awal. Meskipun komposisi kimiawi setiap gugus berbeda, namun kemiripan komposisi setiap bintang di dalam gugus mengindikasikan mereka dilahirkan dari satu awan molekuler.
Fakta ini memberikan peluang unik untuk
mempelajari evolusi bintang, meskipun setiap bintang memulai kehidupan dengan
massa yang bervariasi. Dengan mengamati luminositas dan suhu bintang di dalam gugus, para astronom belajar banyak tentang siklus kehidupan bintang.
Sebagian besar gugus bintang globular hanya mengandung
bintang bermassa rendah dalam sistem yang begitu rapat, sehingga kepadatan populasi
bintang di dekat pusat gugus sekitar dua bintang per satu kubik tahun cahaya.
Sebagai perbandingan, kepadatan populasi bintang di lingkungan kosmik Matahari sekitar satu bintang per 300
kubik tahun cahaya. Jika melihat ke langit dari sebuah planet hipotetis di
tengah gugus bintang globular, kita akan dikelilingi oleh senja abadi yang bersumber dari cahaya ribuan bintang di dekatnya.
Ditulis oleh: Staf hubblesite.org
Komentar
Posting Komentar