Para
astronom memperkirakan Big Bang terjadi antara 10-20 miliar tahun yang lalu.
Ada dua cara yang digunakan oleh para astronom untuk memperkirakan usia alam
semesta:
- mencari bintang-bintang tertua; dan
- mengukur laju ekspansi alam semesta dan melakukan ekstrapolasi kembali ke Big Bang.
Citra
galaksi NGC 4603 yang diabadikan oleh Teleskop Antariksa Hubble pada tahun 1996
dan 1997. Para astronom menggunakan hampir 50 bintang variabel Cepheid di
dalamnya untuk menentukan jarak NGC 4603 yang terletak 108 juta tahun cahaya
dari Bumi. NGC 4603 adalah galaksi terjauh yang digunakan oleh Hubble untuk
menentukan nilai konstanta Hubble.
Kredit: Jeffrey Newman (UC Berkeley) dan
NASA
Bintang-Bintang Tertua
Para astronom dapat menghitung usia beberapa bintang tertua di alam semesta dengan cara mempelajari gugus bintang globular, salah satu ikatan benda langit terpadat dan tertua yang bisa terdiri dari hampir satu juta bintang dan menempati volume ruang yang relatif kecil. Seluruh bintang yang menyusun gugus globular terbentuk pada waktu yang hampir bersamaan dan populasi bintang semakin padat di wilayah pusat gugus. Jika kita tinggal di gugus bintang globular, akan ada ratusan bintang di sekitar kita yang lebih dekat daripada jarak Matahari ke bintang terdekat Alpha Centauri.
Siklus hidup sebuah bintang bergantung pada massanya. Bintang bermassa tinggi jauh lebih terang daripada bintang bermassa rendah, oleh karena itu mereka mengkonsumsi bahan bakar hidrogen untuk reaksi fusi nuklir dengan sangat cepat. Sementara bintang tipe Matahari membakar hidrogen untuk menghasilkan skala kecerahannya seperti saat ini hingga sekitar 9 miliar tahun.
Sebuah bintang yang dua kali lebih masif daripada Matahari, akan menghabiskan bahan bakar hidrogennya hanya dalam waktu 800 juta tahun. Adapun bintang dengan massa 10 kali lebih masif daripada Matahari, hampir 1.000 kali lebih terang daripada Matahari, dan mengkonsumsi seluruh pasokan bahan bakar yang tersedia hanya dalam waktu 20 juta tahun. Sebaliknya, sebuah bintang dengan 50% massa Matahari, dapat bertahan hingga lebih dari 20 miliar tahun.
Karena seluruh bintang penyusunnya terbentuk pada waktu yang hampir bersamaan, gugus bintang globular dapat berfungsi sebagai jam kosmik. Jika sebuah gugus bintang globular berusia lebih dari 10 miliar tahun, maka massa semua bintang di dalam gugus akan lebih kecil daripada 10 kali massa Matahari. Usia 10 miliar tahun berarti mengindikasikan bahwa tidak ada bintang yang mengkonsumsi bahan bakar hidrogen untuk bersinar 1.000 kali lebih terang daripada Matahari. Jika sebuah gugus bintang globular berusia lebih dari dua miliar tahun, maka tidak ada bintang yang memiliki massa lebih dari dua kali massa Matahari.
Gugus-gugus bintang globular tertua hanya menampung bintang dengan massa kurang dari 0,7 massa Matahari. Bintang-bintang bermassa rendah jauh lebih redup daripada Matahari. Berarti gugus bintang globular tertua diperkirakan berusia antara 11-18 miliar tahun. Ketidakpastian dalam estimasi usia gugus bintang globular tertua disebabkan oleh penentuan jarak akurat gugus bintang globular, yang mempengaruhi penentuan skala kecerahan dan massa bintang-bintang di dalam gugus. Selain itu, sumber lain ketidakpastian dalam estimasi usia gugus bintang globular tertua adalah minimnya informasi tentang beberapa detail evolusi bintang.
Ekstrapolasi Kembali ke Big Bang
Cara lain untuk memperkirakan usia alam semesta adalah dengan menghitung “konstanta Hubble” atau (H0), nilai laju ekspansi alam semesta saat ini. Para kosmolog menggunakan konstanta Hubble untuk melakukan ekstrapolasi kembali ke Big Bang, yang bergantung pada tingkat kerapatan dan komposisi alam semesta saat ini.
Jika alam semesta berbentuk datar dan didominasi oleh materi, maka usia alam semesta adalah 2/(3 H0). Jika tingkat kerapatan alam semesta sangat rendah, maka usia ekstrapolasinya lebih besar, yaitu 1/H0. Jika teori relativitas umum dimodifikasi demi memasukkan konstanta kosmologis, maka usia alam semesta bisa lebih tua.
Banyak astronom yang bekerja keras untuk menghitung konstanta Hubble menggunakan berbagai teknik. Perkiraan terbaik H0 saat ini berkisar antara 50-100 kilometer/detik/Megaparsec. 1/H0 adalah 10-20 miliar tahun.
Jika kedua hasil perhitungan usia alam semesta dibandingkan, maka berpotensi merusak tatanan konsep kosmologi yang telah dianggap cukup mapan. Jika 1/H0 memang 10 miliar tahun, maka usia alam semesta justru akan lebih muda daripada usia bintang-bintang tertua. Kontradiksi ini menyiratkan kesalahan pada teori Big Bang, atau para astronom harus memodifikasi relativitas umum dengan menambahkan konstanta kosmologis.
Beberapa astronom percaya selisih hasil perhitungan konstanta Hubble dapat diselesaikan seiring kemajuan teknologi. Jika 1/H0 ternyata lebih besar daripada 10 miliar tahun dan lebih kecil daripada usia gugus bintang globular, maka akan semakin memperkuat teori Big Bang sebagai permulaan kosmos.
Artikel terkait:
Ditulis oleh: Staf imagine.gsfc.nasa.gov
Sumber: How do we measure the size and the age of the Universe?
#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa
Komentar
Posting Komentar