Langsung ke konten utama

Kosmologi Big Bang

Model Big Bang adalah teori yang diterima secara luas sebagai asal usul dan evolusi alam semesta kita. Model Big Bang mendalilkan bahwa 12-14 miliar tahun yang lalu, alam semesta yang hari ini kita amati, semula hanya berukuran beberapa milimeter dan telah berkembang dari keadaan yang begitu padat dan panas menjadi alam semesta berukuran sangat luas dan jauh lebih dingin yang sekarang kita huni.
 
Kita dapat mengamati sisa-sisa dari materi yang padat dan panas itu dalam wujud radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik, yang sekarang sangat dingin dan masih menyelimuti alam semesta, serta dapat dideteksi oleh detektor gelombang mikro sebagai pendar yang seragam di seluruh langit.
 
Model Big Bang bertumpu pada dua pilar teoretis, yaitu Relativitas Umum dan Prinsip Kosmologis.
 
Relativitas Umum
 
kosmologi-big-bang-informasi-astronomi
Albert Einstein saat sedang menulis di sebuah papan tulis.
 
Gagasan utama pertama model Big Bang berasal dari Teori Relativitas Umum yang dicetuskan oleh Albert Einstein sebagai teori gravitasi baru pada tahun 1916. Relativitas Umum menggeneralisasi teori original gravitasi Isaac Newton, yang seharusnya berlaku untuk objek yang diam dan bergerak.
 
Gravitasi Newton hanya berlaku untuk objek yang diam atau objek yang bergerak sangat lambat dibandingkan dengan kecepatan cahaya. Konsep utama Relativitas Umum adalah gravitasi tidak lagi digambarkan oleh “medan” gravitasi, melainkan dianggap sebagai distorsi pada ruang dan waktu itu sendiri. Fisikawan John Wheeler mendefinisikannya dengan sangat baik, “Materi memberi tahu ruang bagaimana seharusnya ia melengkung, dan ruang memberi tahu materi bagaimana seharusnya ia bergerak.”
 
Awalnya, Relativitas Umum mampu menjelaskan keanehan dalam orbit Merkurius dan pembelokan cahaya oleh Matahari yang tidak dapat dijelaskan dalam teori gravitasi Isaac Newton. Dalam beberapa tahun terakhir, teori ini telah melewati serangkaian tes yang sangat ketat.
 
Prinsip Kosmologis
 
kosmologi-big-bang-informasi-astronomi
Survei Galaksi APM
 
Setelah pengenalan Relativitas Umum, sejumlah ilmuwan termasuk Einstein, mencoba menerapkan dinamika gravitasi baru ke alam semesta secara keseluruhan. Saat ini dibutuhkan sebuah asumsi tentang bagaimana materi di alam semesta didistribusikan. Jika kita melakukan pengamatan dalam visi yang terbatas, maka alam semesta akan terlihat kurang lebih sama di segala arah.
 
Berarti materi di alam semesta cenderung homogen dan isotropik pada skala yang sangat besar. Inilah yang disebut Prinsip Kosmologis. Asumsi tentang distribusi materi di alam semesta sedang diuji secara terus menerus, karena kita benar-benar mengamati distribusi galaksi pada skala yang lebih besar secara seragam. Citra survei galaksi oleh APM pada gambar di atas, menunjukkan betapa seragamnya distribusi galaksi yang diukur pada sebuah petak langit.
 
Selain itu, radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik yang merupakan sisa-sisa panas dari Big Bang memiliki suhu yang sangat seragam di seluruh langit. Fakta ini sangat mendukung gagasan bahwa gas yang memancarkan radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik sejak dulu, terdistribusi dengan sangat seragam.
 
Fondasi Kosmologi Big Bang
 
kosmologi-big-bang-informasi-astronomi

Model kosmologi Big Bang bertumpu pada dua gagasan utama yang berasal dari awal abad ke-20, yaitu Relativitas Umum dan Prinsip Kosmologis. Dengan mengasumsikan bahwa materi di alam semesta terdistribusi secara merata pada skala terbesar, seseorang dapat menggunakan Relativitas Umum untuk menghitung efek gravitasi dari materi tersebut. Karena dalam Relativitas Umum gravitasi merupakan properti ruang dan waktu, maka hal itu berarti setara dengan menghitung dinamika ruang dan waktu itu sendiri.
 
Mengingat asumsi bahwa materi di alam semesta yang cenderung homogen dan isotropik --disebut Prinsip Kosmologis-- dapat ditunjukkan melalui distorsi ruang dan waktu (karena efek gravitasi dari materi), hanya dapat memiliki satu dari tiga bentuk, sebagaimana ditampilkan pada ilustrasi di atas.
 
Bentuknya bisa “positif” atau melengkung seperti permukaan sebuah bola dengan luas yang terbatas; bisa “negatif” atau melengkung seperti sebuah pelana dengan luas tak terbatas; bisa “datar” dengan luas tak terbatas. Bentuk “datar” alam semesta  adalah konsepsi general dari ruang.
 
Batasan utama dalam ilustrasi di atas adalah kita hanya dapat menggambarkan kelengkungan bidang 2 dimensi dari ruang 3 dimensi yang sebenarnya! Jika menempuh perjalanan ke satu arah di alam semesta yang tertutup, pada akhirnya kita akan kembali ke titik awal di mana kita memulai perjalanan. Sedangkan di alam semesta yang tak terbatas, kita tidak akan pernah kembali ke titik awal.
 
Sebelum membahas bentuk tulen alam semesta dari ketiga ilustrasi tersebut, kita harus membuat beberapa batasannya terlebih dahulu:
  • Karena batasan usia alam semesta, sekitar 13,77 miliar tahun, kita hanya dapat melihat jarak di luar angkasa pada batasan itu, sekitar 13,77 miliar tahun cahaya. Batasan itu disebut horizon oleh para ilmuwan. Model Big Bang tidak mencoba untuk secara signifikan menggambarkan wilayah ruang di luar horizon kita, karena ruang dan waktu bisa berlaku sangat berbeda di luar sana.
  • Ada kemungkinan topologi global alam semesta justru lebih rumit dibandingkan apa yang digambarkan dalam ilustrasi, meskipun secara lokal kelengkungannya cenderung serupa, misalnya berbentuk torus (menyerupai donat).
Materi memainkan peran sentral dalam kosmologi. Secara unik, kerapatan rata-rata materi turut menentukan geometri alam semesta, meskipun hanya dalam tiga batasan yang telah disebutkan di atas. Jika kerapatan materi kurang dari apa yang disebut ambang batas kerapatan, maka geometri alam semesta adalah terbuka dan tanpa batas. Jika lebih besar dari ambang batas kerapatan, maka geometri alam semesta adalah tertutup dan memiliki batas. Jika sama dengan ambang batas kerapatan, maka geometeri alam semesta adalah datar dan mungkin tanpa batas.
 
Faktanya, nilai ambang batas kerapatan itu sangat kecil, hanya setara dengan sekitar 6 atom hidrogen. Dan salah satu pertanyaan ilmiah kunci dalam kosmologi saat ini adalah: berapa kerapatan rata-rata materi di alam semesta kita? Sementara jawabannya belum diketahui secara pasti, para ilmuwan menduga kerapatan rata-rata materi hampir sama dengan ambang batas kerapatan.
 
Mengingat hukum gravitasi dan asumsi tentang bagaimana materi didistribusikan, langkah berikutnya adalah mengungkap dinamika alam semesta, yaitu bagaimana ruang dan materi di dalamnya berkembang seiring waktu. Rinciannya tergantung pada beberapa informasi lebih lanjut tentang materi di alam semesta, meliputi kerapatan (massa per satuan volume) dan tekanan (gaya per satuan luas). Tetapi secara umum, gambaran yang muncul adalah alam semesta bermula dari volume yang sangat kecil, sebuah fenomena kosmik yang kemudian disebut Big Bang dengan laju ekspansi awal.
 
Sebagian besar laju ekspansi itu telah melambat karena tarikan tarikan gravitasi dari materi itu sendiri. Satu pertanyaan kunci untuk menentukan takdir pamungkas alam semesta adalah apakah tarikan gravitasi cukup kuat untuk akhirnya membalikkan ekspansi dan menyebabkan alam semesta kembali runtuh dengan sendirinya. Namun, observasi terbaru justru menemukan laju ekspansi alam semesta yang cenderung meningkat, sekaligus memperkuat kemungkinan bahwa saat ini evolusi alam semesta didominasi oleh wujud materi aneh yang memiliki tekanan negatif.

kosmologi-big-bang-informasi-astronomi
 
Gambar di atas menunjukkan sejumlah skenario untuk ukuran relatif alam semesta seiring waktu sebagai berikut:
  • Kurva bawah (hijau) mewakili alam semesta dengan ambang batas kerapatan yang laju ekspansinya semakin melambat (kurva menjadi semakin horizontal).
  • Kurva tengah (biru) mewakili alam semesta terbuka dengan ambang batas kerapatan rendah yang laju ekspansinya juga semakin melambat, tetapi tidak sekuat yang pertama karena tarikan gravitasi tidak begitu kuat.
  • Kurva atas (merah) mewakili alam semesta yang sebagian besar massa/energinya mungkin berada di struktur ruang itu sendiri karena eksistensi “energi gelap” yang meningkatkan laju ekspansi alam semesta. Energi gelap sering disebut sebagai “Konstanta Kosmologis”, meskipun saat ini energi gelap mengacu pada energi yang mendorong wilayah-wilayah di alam semesta untuk saling terpisah. Dari situlah Einstein menemukan istilah untuk menyeimbangkan alam semesta yang berukuran statis dalam persamaannya. Dan semakin banyak ditemukan bukti bahwa alam semesta kita cenderung mengikuti kurva merah.
Adapun poin-poin berikut dianggap sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman tentang Big Bang dan ekspansi alam semesta:
  • Big Bang tidak terjadi pada satu titik di ruang angkasa sebagai sebuah ledakan. Lebih baik menganggap Big Bang sebagai penampakan simultan ruang di seluruh alam semesta. Wilayah ruang yang berada dalam horizon kita saat ini memang tidak lebih besar dari sebuah titik pada masa lalu.
  • Bagaimanapun juga, jika saat ini seluruh ruang, baik di dalam maupun di luar horizon kita tidak terbatas, berarti sejak awal alam semesta lahir tanpa batas. Jika tertutup dan terbatas, maka alam semesta lahir dari volume nol dan tumbuh dari situ. Dalam kedua kasus tersebut tidak ada “pusat ekspansi” atau titik dari mana alam semesta mengembang dari titik asal. Dalam analogi bola, jari-jari bola membesar saat alam semesta mengembang, tetapi semua titik di permukaan bola (alam semesta) saling menjauh dengan cara yang sama. Wilayah di dalam bola tidak boleh dianggap sebagai bagian dari alam semesta dalam analogi ini.
  • Menurut definisi, alam semesta mencakup seluruh ruang dan waktu yang kita ketahui, sehingga berada di luar model Big Bang jika kita ingin mendalilkan ke mana alam semesta mengembang. Baik di alam semesta terbuka atau tertutup, satu-satunya “tepi” dari ruang dan waktu terjadi pada Big Bang (atau Big Crunch yang menjadi kebalikannya), jadi secara logis dianggap tidak perlu untuk mempertimbangkan pertanyaan semacam ini.
kosmologi-big-bang-informasi-astronomi

Pertanyaan tentang apa pemicu Big Bang berada di luar ranah Model Big Bang. Meskipun ada sejumlah teori spekulatif tentang topik ini, tetapi belum pernah ada satu pun prediksi yang dapat diuji secara realistis.
 
Sejauh ini, satu-satunya asumsi tentang alam semesta adalah bahwa materinya didistribusikan secara homogen dan isotropik dalam skala besar. Meskipun terdapat sejumlah parameter yang mengikuti Model Big Bang, mereka tetap harus ditetapkan melalui observasi alam semesta kita. Parameter yang dianggap paling penting adalah geometri alam semesta (terbuka, datar atau tertutup); laju ekspansi alam semesta saat ini (Konstanta Hubble); dan laju ekspansi alam semesta secara keseluruhan, baik di masa lalu dan masa depan, yang ditentukan oleh kerapatan fraksional dari berbagai jenis materi di alam semesta. Perlu dicatat bahwa usia alam semesta juga mengikuti alur sejarah ekspansi dan laju ekspansi saat ini.
 
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, geometri dan evolusi alam semesta ditentukan oleh kontribusi fraksional dari berbagai jenis materi. Karena kerapatan energi dan tekanan sama-sama berkontribusi pada kekuatan gravitasi dalam Relativitas Umum, para kosmolog mengklasifikasikan jenis materi berdasarkan “persamaan keadaan” atau hubungan antara tekanan dan kerapatan energi, dengan skema klasifikasi dasar sebagai berikut:
  • Radiasi: terdiri dari partikel tak bermassa atau hampir tak bermassa yang melaju secepat cahaya. Contoh yang diketahui termasuk foton (cahaya) dan neutrino. Wujud materi ini ditandai dengan memiliki tekanan positif yang besar.
  • Materi barionik: Dalam konteks kosmologi Big Bang, barionik adalah “materi normal” yang terutama terdiri dari proton, neutron, dan elektron. Pada dasarnya, wujud materi barionik tidak memiliki tekanan yang signifikan secara kosmologis.
  • Materi gelap: Secara umum mengacu pada materi “eksotis” non-barionik yang hanya berinterakasi secara lemah dengan materi normal. Meskipun interaksi semacam itu tidak pernah diamati secara langsung di laboratorium, keberadaannya telah lama dicurigai karena beberapa alasan terkait komposisi alam semesta. Wujud materi gelap juga tidak memiliki tekanan yang signifikan secara kosmologis.
  • Energi gelap: Wujud materi yang benar-benar aneh, atau mungkin merupakan sifat dari ruang hampa itu sendiri. Karakteristik energi gelap adalah tekanan negatif yang sangat kuat (gaya tolak). Energi gelap dianggap sebagai satu-satunya wujud materi yang bertanggung jawab atas akselerasi laju ekspansi alam semesta.
Saat ini, salah satu tantangan utama dalam kosmologi adalah menentukan kerapatan relatif dan kerapatan total (energi per satuan volume) pada keempat materi tersebut, karena akan mengarahkan kita untuk memahami evolusi dan takdir pamungkas alam semesta.
 
Menguji Kosmologi Big Bang
 
Model Big Bang ditopang oleh sejumlah pengamatan penting, yang masing-masing dijelaskan secara lebih rinci pada artikel terpisah:
 
Ekspansi Alam Semesta
 
Observasi astronom Edwin Hubble pada tahun 1929 yang mengungkap bahwa galaksi-galaksi menjauh dari kita, memberikan petunjuk pertama tentang kemungkinan keabsahan teori Big Bang.
 
Kelimpahan Unsur-Unsur Ringan H, He, Li
 
Teori Big Bang memprediksi bahwa elemen-elemen ringan H, He dan Li seharusnya telah menyatu dari proton dan neutron dalam beberapa menit pertama setelah Big Bang.
 
Radiasi Latar Belakang Gelombang Mikro Kosmik
 
Teori Big Bang memprediksi bahwa alam semesta awal seharusnya sangat panas. Radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik adalah sisa-sisa panas yang ditinggalkan Big Bang.
 
Ketiga tanda yang dapat diukur itu sangat sejalan dengan gagasan bahwa alam semesta berevolusi dari gas panas padat yang nyaris tak berbentuk, sebagaimana diprediksi dalam model Big Bang.
 
Ditulis oleh: Staf wmap.gsfc.nasa.gov
 
Sumber:
#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diameter Bumi

Kredit: NASA, Apollo 17, NSSDC   Para kru misi Apollo 17 mengambil citra Bumi pada bulan Desember 1972 saat menempuh perjalanan dari Bumi dan Bulan. Gurun pasir oranye-merah di Afrika dan Arab Saudi terlihat sangat kontras dengan samudera biru tua dan warna putih dari formasi awan dan salju antartika.   Diameter khatulistiwa Bumi adalah  12.756 kilometer . Lantas bagaimana cara para ilmuwan menghitungnya? Kredit: Clementine,  Naval Research Laboratory .   Pada tahun 200 SM, akurasi perhitungan ukuran Bumi hanya berselisih 1% dengan perhitungan modern. Matematikawan, ahli geografi dan astronom Eratosthenes menerapkan gagasan Aristoteles, jika Bumi berbentuk bulat, posisi bintang-bintang di langit malam hari akan terlihat berbeda bagi para pengamat di lintang yang berbeda.   Eratosthenes mengetahui pada hari pertama musim panas, Matahari melintas tepat di atas Syene, Mesir. Saat siang hari pada hari yang sama, Eratosthenes mengukur perpindahan sudut Matahari dari atas kota Al

Apa Itu Kosmologi? Definisi dan Sejarah

Potret dari sebuah simulasi komputer tentang pembentukan struktur berskala masif di alam semesta, memperlihatkan wilayah seluas 100 juta tahun cahaya beserta gerakan koheren yang dihasilkan dari galaksi yang mengarah ke konsentrasi massa tertinggi di bagian pusat. Kredit: ESO Kosmologi adalah salah satu cabang astronomi yang mempelajari asal mula dan evolusi alam semesta, dari sejak Big Bang hingga saat ini dan masa depan. Menurut NASA, definisi kosmologi adalah “studi ilmiah tentang sifat alam semesta secara keseluruhan dalam skala besar.” Para kosmolog menyatukan konsep-konsep eksotis seperti teori string, materi gelap, energi gelap dan apakah alam semesta itu tunggal ( universe ) atau multisemesta ( multiverse ). Sementara aspek astronomi lainnya berurusan secara individu dengan objek dan fenomena kosmik, kosmologi menjangkau seluruh alam semesta dari lahir sampai mati, dengan banyak misteri di setiap tahapannya. Sejarah Kosmologi dan Astronomi Pemahaman manusia

Berapa Lama Satu Tahun di Planet-Planet Lain?

Jawaban Singkat Berikut daftar berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh setiap planet di tata surya kita untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari (dalam satuan hari di Bumi): Merkurius: 88 hari Venus: 225 hari Bumi: 365 hari Mars: 687 hari Jupiter: 4.333 hari Saturnus: 10.759 hari Uranus: 30.687 hari Neptunus: 60.190 hari   Satu tahun di Bumi berlalu sekitar 365 hari 6 jam, durasi waktu yang dibutuhkan oleh Bumi untuk menyelesaikan satu kali orbit mengitari Matahari. Pelajari lebih lanjut tentang hal itu di artikel: Apa Itu Tahun Kabisat? Satu tahun diukur dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah planet untuk mengorbit bintang induk. Kredit: NASA/Terry Virts Semua planet di tata surya kita juga mengorbit Matahari. Durasi waktu satu tahun sangat tergantung dengan tempat mereka mengorbit. Planet yang mengorbit Matahari dari jarak yang lebih dekat daripada Bumi, lama satu tahunnya lebih pendek daripada Bumi. Sebaliknya planet yang