Para astronom telah memperoleh hasil perhitungan terbaru laju ekspansi kosmos, menggunakan tipe
bintang yang sama sekali berbeda dari upaya-upaya perhitungan sebelumnya. Revisi
perhitungan yang berasal dari Teleskop Antariksa Hubble NASA, jatuh tepat di tengah-tengah
perdebatan sengit bidang astrofisika yang bisa mengarah ke interpretasi baru terkait sifat-sifat fundamental alam semesta.
Meskipun hampir seabad yang lalu para ilmuwan
telah mengetahui bahwa alam semesta mengembang, yang berarti jarak antara galaksi
di seluruh kosmos semakin menjauh setiap detik, tetapi laju ekspansi ruang, sebuah nilai yang disebut Konstanta Hubble, tetap
sulit dipahami.
Saat ini, Profesor Wendy Freedman dari Universitas Chicago bersama para kolega, telah mengantongi perhitungan terbaru laju ekspansi di alam semesta modern, yang mengindikasikan ruang antargalaksi terentang lebih cepat daripada perkiraan para ilmuwan. Perhitungan Freedman
adalah satu dari beberapa penelitian terbaru yang menunjukkan selisih perhitungan antara laju ekspansi alam semesta modern dan prediksi berdasarkan bagaimana alam
semesta eksis lebih dari 13 miliar tahun lalu, sebagaimana diukur oleh satelit
Planck ESA (Badan Antariksa Eropa).
Seiring bertambahnya penelitian yang memperkuat selisih
antara prediksi dan observasi, mendorong para ilmuwan untuk mempertimbangkan apakah dibutuhkan model fisika fundamental baru untuk
menjelaskan selisih laju ekspansi kosmos.
“Konstanta Hubble adalah parameter kosmologis
untuk menentukan skala, ukuran dan usia kosmos. Selain itu, Konstanta Hubble adalah salah satu cara untuk menghitung secara langsung bagaimana alam semesta berevolusi,” ungkap Freedman. “Memang masih ada selisih,
tetapi bukti baru ini seolah meyakinkan juri tentang ketidaksempunaan model fundamental kosmos saat ini.”
Dalam makalah ilmiah yang telah diterima untuk dipublikasikan di The Astrophysical
Journal, Freedman bersama tim mengumumkan hasil perhitungan terbaru Konstanta Hubble
menggunakan tipe bintang raksasa merah. Observasi terbaru menggunakan
Hubble menunjukkan laju ekspansi alam semesta terdekat hanya di bawah 70
kilometer per detik per megaparsec (km/detik/Mpc). Satu parsec setara dengan
jarak 3,26 tahun cahaya.
Hasil perhitungan ini sedikit lebih kecil dari
nilai 74 km/detik/Mpc terbaru yang diperoleh tim SH0ES (Supernovae H0 for the Equation of State) Hubble menggunakan bintang
variabel Cepheid, tipe bintang yang berdenyut secara periodik terkait skala kecerahan
puncak. Tim SH0ES yang dipimpin oleh Adam Riess, penemu akselerasi ekspansi alam semesta yang diganjar hadiah Nobel dari Johns Hopkins University dan Space
Telescope Science Institute di Baltimore Maryland, juga belum lama melaporkan penyempurnaan Konstanta Hubble.
Cara Mengukur Ekspansi
Tantangan utama dalam mengukur laju ekspansi kosmos adalah tingkat
kesulitan untuk menghitung jarak objek kosmik jauh secara akurat. Pada tahun 2001, Freedman memimpin tim The Hubble Space Telescope Key Project untuk menghitung Konstanta Hubble menggunakan bintang variabel
Cepheid sebagai penanda jarak kosmik. Hasil perhitungan mereka
jatuh pada angka 72 km/detik/Mpc.
Tetapi, belum lama ini para ilmuwan menggunakan
pendekatan yang sangat berbeda, yaitu membangun model berdasarkan struktur dari riak-riak sisa cahaya Big Bang yang disebut latar belakang gelombang mikro kosmik. Menggunakan
satelit Planck, para ilmuwan bisa memprediksi bagaimana alam semesta awal
berevolusi dan menerjemahkannya ke laju ekspansi kosmos yang dapat dikonfirmasi oleh para astronom.
Para ilmuwan memperoleh nilai 67,4 km/detik/Mpc, yang secara signifikan berbeda
dari hasil perhitungan 74,0 km/detik/Mpc.
Para astronom telah menelusuri penyebab selisih nilai Konstanta Hubble. “Secara alami, muncul pertanyaan
apakah selisih berasal dari beberapa aspek yang belum kita pahami terkait bintang-bintang yang kita gunakan, atau apakah model kosmologis
kita masih belum lengkap,” kata Freedman. “Atau mungkin
keduanya harus diperbaiki.”
Tim Freedman berusaha untuk memeriksa hasil yang
mereka peroleh dengan membuat jalur baru yang sepenuhnya independen terhadap Konstanta
Hubble menggunakan tipe bintang yang sama sekali berbeda.
Menjelang akhir kehidupannya, beberapa bintang menjalani tahap evolusi raksasa merah, tahap evolusi yang juga harus dijalani oleh Matahari kita miliaran tahun dari sekarang. Pada titik tertentu,
bintang harus mengalami fenomena bencana yang disebut helium flash, yaitu kenaikan suhu sekitar 100 juta derajat dan pengaturan
ulang struktur bintang. Helium flash
berujung pada penurunan drastis luminositas bintang. Para astronom
dapat mengukur magnitudo semu raksasa merah pada tahap ini di
galaksi lain, sekaligus memanfaatkan mereka untuk mengukur jarak.
Konstanta Hubble dihitung dengan cara membandingkan nilai jarak dengan kecepatan resesi semu dari galaksi target,
yakni seberapa cepat galaksi bergerak menjauh. Perhitungan tim Freedman menghasilkan
nilai Konstanta Hubble sebesar 69,8 km/detik/Mpc, lebih kecil daripada hasil perhitungan tim Planck dan Riess.
“Prediksi awal kami adalah ada permasalahan
yang harus diselesaikan terlebih dahulu antara Cepheid dan latar belakang gelombang mikro kosmik, jadi metode raksasa merah layaknya tie-breaker,” pungkas Freedman.
Tetapi hasil perhitungan tampaknya tidak mendukung salah satu hasil yang diperoleh peneliti lain, meskipun selisihnya
tidak terlalu jauh berbeda dari perhitungan tim Planck.
Misi Wide Field Infrared Survey Telescope (WFIRST) NASA yang akan segera diluncurkan, diharapkan membantu para astronom untuk mengeksplorasi nilai Konstanta Hubble dalam skala waktu kosmik. WFIRST, dengan
resolusi setara Hubble dan bidang pandang langit yang 100 kali lebih luas, mumpuni untuk mengamati supernova Type Ia, variabel Cepheid dan bintang raksasa merah, demi meningkatkan akurasi perhitungan jarak antara galaksi dekat
dan jauh.
Ditulis oleh: Staf www.nasa.gov, editor: Rob
Garner
Komentar
Posting Komentar