Kredit:
The Isaac Newton Group of Telescopes,
La Palma, dan Simon Dye (Universitas Cardiff).
Karena tinggal di dalam Bima Sakti, sulit bagi kita untuk mengambil gambar struktur spiral galaksi kita dari luar galaksi itu sendiri. Tetapi para astronom bisa mengetahui bentuk tulen Bima Sakti melalui observasi yang dilakukan di dalam galaksi kita sendiri, meskipun masih diperdebatkan apakah Bima Sakti adalah galaksi spiral berbatang atau tidak. Oleh karena itu, para astronom memanfaatkan galaksi menawan Messier 74 yang dianggap sebagai kembaran Bima Sakti.
Dalam citra Bima Sakti yang diabadikan oleh satelit COBE, cakram dan wilayah pusat galaksi kita relatif mudah dikenali. Gambar ini memperlihatkan Bima Sakti sebagai koleksi miliaran bintang yang membentang di langit malam planet kita. Para astronom hanya bisa mensimulasikan seperti apa struktur Bima Sakti jika diamati dari atas bidang galaksi.
Kredit: The COBE Project, DIRBE, NASA
Skala Jarak Bima Sakti
Meskipun kerap menggunakan satuan tahun cahaya, para astronom lebih menyukai satuan parsec (pc) untuk skala jarak Bima Sakti. Satu parsec (paralax of one arc second) adalah 3,26 tahun cahaya, didefinisikan sebagai 1 detik derajat busur (1/3.600 derajat). Saat digunakan untuk mengukur jarak yang sangat jauh, para astronom meletakkan awalan di depan parsec, seperti kiloparsec (kpc) yang setara dengan 1.000 parsec atau Megaparsec (Mpc) yang setara dengan satu juta parsec.
Bima Sakti membentang sekitar 1.000.000.000.000.000.000 km (sekitar 100.000 tahun cahaya atau sekitar 30 kpc). Matahari tidak berada di dekat pusat galaksi, namun terletak sekitar 8 kpc dari pusat galaksi di Lengan Orion Bima Sakti.
Bagaimana Cara Para Astronom Mengukur Jarak Sejauh Itu?
Paralaks menyediakan perhitungan jarak antarbintang hingga beberapa ribu tahun cahaya. Di luar jarak itu, paralaks tidak bisa diukur dengan instrumen kontemporer, jadi para astronom menggunakan metode tidak langsung untuk menghitung jarak yang melampaui beberapa ribu tahun cahaya.
Metode untuk mengukur jarak bintang yang melampaui beberapa ribu tahun cahaya, meliputi:
Gerak diri (proper motions): Semua bintang bergerak melintasi langit, namun hanya bintang-bintang terdekat saja yang pergerakannya dapat dipahami, meskipun dibutuhkan waktu beberapa dekade atau abad untuk memahami pergerakan mereka. Secara statistik, laju pergerakan bintang selalu sama. Oleh karena itu, bintang yang gerak dirinya lebih cepat berarti berada lebih dekat dari kita. Dengan mengukur pergerakan sejumlah besar bintang pada kelas tertentu, kita bisa memperkirakan jarak rata-rata dari pergerakan rata-rata mereka.
Pergerakan gugus: Gugus bintang, seperti Gugus Pleiades dan Hyades, bergerak bersama. Menganalisis pergerakan semu gugus bintang dapat menyediakan jarak kosmik secara lebih akurat.
Garis antarbintang: Ruang antarbintang tidak sepenuhnya kosong, karena mengandung distribusi gas yang kurang terkonsentrasi dan terkadang meninggalkan garis-garis serapan dalam spektrum yang kita amati dari bintang-bintang yang terletak di luar gas antarbintang. (Garis absorpsi adalah warna yang hilang dalam spektrum kontinu karena penyerapan oleh atom atau ion. Spektrum adalah susunan warna atau panjang gelombang yang diperoleh ketika cahaya mengalami dispersi.) Semakin jauh jarak sebuah bintang, semakin banyak penyerapan yang diamati, karena cahaya telah melewati lebih banyak medium antarbintang.
Hukum kuadrat terbalik: Kecerahan semu atau magnitudo bintang bergantung pada kecerahan (luminositas) intrinsik dan jaraknya dari kita. Menurut hukum kuadrat terbalik, fluks dari objek sumber cahaya berkurang sesuai kuadrat jarak. Jika kita telah mengetahui luminositas sebuah bintang, maka kita dapat mengukur kecerahan semu dan menentukan jaraknya. Meskipun terdapat berbagai variasi dalam cara ini, sebagian besar telah digunakan untuk mengukur jarak bintang di galaksi lain.
Hubungan periode-luminositas: Beberapa bintang adalah pulsator reguler, berarti intensitas mereka berubah secara periodik. Jika bisa mengukur periode denyut bintang semacam itu, maka luminositas dan kecerahan semunya bisa ditentukan, yang selanjutnya mengarah ke jarak bintang. Hubungan periode-luminositas ditemukan pada tahun 1908 oleh astronom Henrietta Swan Leavitt saat mempelajari bintang variabel Cepheid di galaksi Awan Magellan Besar dan Kecil. Diberi nama Delta Cephei, inilah bintang variabel Cepheid pertama dari jenisnya yang pernah diidentifikasi, dan dianggap sebagai indikator jarak kosmik ideal karena periode dan skala kecerahan yang mudah didefinisikan. Meskipun terletak di luar galaksi kita, jarak variabel Cepheid dapat diselesaikan dengan mudah oleh para astronom. Bahkan, variabel Cepheid yang paling terang dapat dimanfaatkan untuk menghitung jarak objek kosmik sejauh 12 juta tahun cahaya.
Variabel Cepheid menyediakan cara terbaik untuk mengukur jarak dalam skala astronomi, meskipun hubungan periode-luminositas cukup rumit saat diterapkan. Pertama, hubungan antara periode dan luminositas sangat tergantung pada komposisi kimiawi bintang. Kedua, penyerapan panjang gelombang cahaya tertentu oleh medium antarbintang dapat mempengaruhi kecerahan semu bintang. Untuk mengkonversi ke jarak absolut, para astronom harus mengukur jarak ke variabel Cepheid terdekat dengan metode langsung lainnya.
Yang paling menarik, ukuran galaksi Bima Sakti kita sendiri sempat diperdebatkan cukup lama. Baru pada awal abad ke-20, astronom Harlow Shapley memanfaatkan observasi terhadap bintang variabel RR Lyrae untuk memperkirakan ukuran galaksi kita. RR Lyrae mirip dengan bintang Variabel Cepheid. Periode denyut mereka relatif singkat, biasanya sekitar satu hari atau kurang, dan semua luminositas RR Lyrae kira-kira setara. Biasanya skala kecerahan RR Lyrae lebih rendah daripada Cepheid, meskipun jumlah RR Lyrae lebih banyak. Gugus bintang globular, ikatan ratusan ribu bintang yang disatukan oleh gaya gravitasi dan mengorbit dari pinggiran galaksi, mengandung banyak bintang variabel, termasuk RR Lyraes.
Shapley memanfaatkan RR Lyraes untuk menemukan jarak ke gugus bintang globular yang mengelilingi galaksi kita. Perkiraan pertama radius Bima Sakti oleh Shapley memang sekitar dua kali lipat lebih besar, tetapi upaya Shapley dianggap sebagai langkah penting untuk memahami sifat galaksi kita.
Beberapa metode yang lebih modern telah diterapkan untuk memetakan galaksi kita dengan lebih akurat. Gas hidrogen netral di galaksi kita memancarkan cahaya pada panjang gelombang 21 cm. Meskipun tidak terlihat oleh mata kita, emisi gas hidrogen netral dapat diamati menggunakan teleskop radio. Molekul-molekul lain seperti karbon monoksida juga memancarkan gelombang radio. Mereka juga sangat membantu untuk memetakan porsi cakram galaksi kita.
Mengapa Perhitungan Ini Dianggap Penting oleh Para Astronom?
Pada skala galaksi, jarak adalah informasi yang sangat berharga. Jika dapat mengukur kecepatan rata-rata bintang saat bergerak mengitari pusat galaksi dan jarak mereka dari pusat galaksi, para astronom dapat menyusun “rotation curve” yang menggambarkan pergerakan galaksi demi menentukan jumlah massa dalam radius tertentu dari titik pusatnya. Prediksi rotation curve untuk banyak galaksi (khususnya galaksi spiral seperti Bima Sakti), ternyata tidak sesuai dengan observasi, yang selanjutnya mengarah ke hipotesis materi gelap. Galaksi-galaksi spiral diperkirakan terdiri dari lingkaran halo raksasa materi gelap dan materi kasat mata yang terkonsentrasi di cakram galaksi.
Durasi dan Jarak Tempuh
Pesawat antariksa Voyager NASA menjauhi Matahari dengan kecepatan 17,3 km/detik. Jika Voyager menempuh perjalanan ke pusat galaksi Bima Sakti kita, dibutuhkan lebih dari 450 juta tahun untuk mencapai jarak sejauh 8 kpc. Bahkan jika Voyager bisa melaju secepat cahaya, yang dilarang oleh teori Relativitas Khusus Einstein, masih dibutuhkan waktu lebih dari 26.000 tahun untuk mencapai pusat galaksi.
Dengan kecepatan 17,3 km/detik, Voyager membutuhkan waktu lebih dari 1,7 miliar tahun untuk mengelilingi Bima Sakti. Bahkan dengan kecepatan cahaya, masih dibutuhkan waktu lebih dari hampir 100.000 tahun bagi Voyager untuk mengelilingi Bima Sakti.
Rangkaian artikel skala jarak astronomi:
Sumber: The Milky Way
#terimakasihgoogle dan #terimakasihnasa
Komentar
Posting Komentar